INFO NASIONAL – Karakter biologis yang lambat matang seksual, fekunditas rendah, dan pertumbuhan yang lambat membuat hiu dan pari rentan mengalami kepunahan. Karenanya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam Simposium Hiu dan Pari di Indonesia ke-3 mengajak berbagai pemangku kepentingan untuk bersama-sama bersinergi melakukan konservasi hiu dan pari di Indonesia.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengamanatkan pengelolaan sumber daya perikanan, termasuk hiu dan pari, dilakukan secara berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat pesisir,
Sejalan dengan hal itu, Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (Dirjen PRL), Tb. Haeru Rahayu mengatakan hiu dan pari merupakan salah satu sumber daya hayati laut yang sangat penting. Perannya bagi ekosistem perairan dan kontribusinya bagi ekonomi masyarakat pesisir sangat signifikan. “Keberadaan jenis ikan ini di suatu perairan merupakan salah satu indikator kunci kesehatan laut,” ujar Tebe saat memberikan keterangan di Bandung.
Menyadari pentingnya keberadaan hiu dan pari, Tebe menegaskan KKP melalui Ditjen PRL telah memasukan hiu dan pari ke dalam 20 jenis ikan yang menjadi target konservasi nasional pada tahun 2020-2024.
Terlebih, hiu dan pari telah menjadi isu internasional sejak masuknya beberapa jenis hiu dan pari manta dalam Apendiks Konvensi Perdagangan Fauna dan Flora Terancam Punah/CITES sebagai akibat tingginya tingkat pemanfaatan ikan tersebut baik sebagai tangkapan target maupun tangkapan sampingan (by catch).
“Pemerintah Indonesia sangat serius menangani keberadaan hiu dan pari melalui sejumlah kebijakan termasuk pengembangan kawasan konservasi, perlindungan jenis ikan hiu dan pari tertentu yang terancam punah dan pengaturan pemanfaatan melalui kuota,” kata Tebe.
Tebe menambahkan, Simposium virtual hiu dan pari pada 7-8 April 2021 dengan dukungan Yayasan WWF Indonesia juga merupakan bagian dari upaya konservasi hiu dan pari di Indonesia.
“Simposium ini merupakan salah satu upaya kita untuk mengumpulkan masukan ilmiah untuk kebijakan konservasi hiu dan pari di Indonesia. Kegiatan ini juga bagian dari implementasi Rencana Aksi Nasional Konservasi yang telah disusun,” ujarnya.
Badan Riset Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDMKP) juga menelaah dan mendeskripsikan daerah-daerah yang menjadi habitat asuhan hiu dan pari di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 572.
“Berdasarkan hasil tangkapan nelayan dan analisis habitat maka, perairan Lampung yang dijadikan area kajian diduga kuat sebagai habitat asuhan (nursery ground) hiu dan pari,” kata Kepala (BRSDM KP), Sjarief Widjaja.
Sjarief berharap Informasi yang dihasilkan akan menjadi bahan rekomendasi strategi konservasi dan pengelolaan hiu dan pari, khususnya di Perairan WPPNRI 572. Lebih lanjut, Sjarief mengajak berbagai pemangku kepentingan untuk melakukan kolaborasi riset hiu dan pari guna mendukung konservasi dan pemanfaatan hiu dan pari berkelanjutan.
Sementara itu, tantangan terberat dalam konservasi jenis ini adalah data yang sulit diperoleh, sementara data tersebut sangat penting untuk menyusun rencana aksi konservasi yang efektif.
“Lewat simposium hiu dan pari ini kami harap dapat mengumpulkan banyak informasi mengenai populasi dan perilaku spesies ini dari seluruh pelosok Indonesia. Laut kita sangat luas, kita perlu kolaborasi dari semua pihak,” ujar CEO Yayasan WWF Indonesia, Dicky P. Simorangkir.
Simposium hiu dan pari di Indonesia ketiga dengan tema “Penguatan Kolaborasi dan Sinergi dalam Pengelolaan Hiu dan Pari" mengumpulkan lebih dari 100 pemakalah. Ada tiga tema makalah yang akan dibahas yaitu biologi dan ekologi sumber daya; sosial ekonomi; pengelolaan dan konservasi.
Dirjen PRL, Kepala BRSDMKP, dan CEO Yayasan WWF Indonesia menjadi pembicara kunci. Selain itu, turut hadir beberapa pembicara kompeten dari dalam dan luar negeri termasuk dari LIPI, KKP, Traffic, dan Global Shark Trend Team.(*)