TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Direktur Utama PT Pelindo II RJ Lino mengklaim bahwa pembelian tiga unit Quay Container Crane yang dia lakukan menguntungkan negara. Menurut dia, penunjukkan langsung perusahaan penyedia justru lebih murah dibandingkan lelang.
"Bagian keuntungan mereka enggak hitung, crane yang saya beli penunjukkan langsung itu harganya lebih murah US$ 500 ribu daripada lelang 2012," kata dia di depan Gedung KPK, Jakarta, Senin, 29 Maret 2021.
Lino mengatakan penunjukkan langsung yang dilakukannya juga tidak melanggar peraturan pemerintah tentang pengadaan barang dan jasa milik negara. Dia mengatakan ada Surat Keputusan Menteri BUMN yang menyebut bahwa pengadaan alat pelabuhan dapat dilakukan dengan penunjukkan langsung. "Kalau lelang lebih dari dua kali bisa tunjuk langsung, saya sudah 9 kali lelang," kata dia.
Sebelumnya, KPK resmi menahan RJ Lino pada Jumat, 26 Maret 2021. Penahanan dilakukan setelah Lino menyandang status tersangka sejak 2015.
Baca: Ditahan KPK di Kasus Pelindo II, RJ Lino: Saya Senang Setelah 5 Tahun Menunggu
KPK menyangka Lino merugikan negara dalam pembelian QCC dari PT HDHM asal Cina. Penghitungan kerugian negara tidak dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan karena KPK gagal mendapatkan dokumen tentang harga crane dari perusahaan Cina tersebut.
KPK menggunakan ahli ITB untuk melakukan perhitungan. Menurut ahli ITB bahwa harga pokok produksi tiga crane tersebut hanya US$ 2,9 juta untuk QCC Palembang, US$ 3,3 juta untuk QCC Panjang, dan US$ 3,3 juta untuk Pontianak. Sementara harga kontrak seluruhnya yang dilakukan Pelindo II adalah US$ 15,5 juta atau rata-rata US$ 5 juta.
BPK hanya menghitung kerugian negara dari biaya pemeliharaan crane tersebut. Kerugian negara dari pemeliharaan crane di kasus RJ Lino ini adalah US$ 22,8 ribu.