TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Golkar, Adies Kadir, meminta Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly berbicara dengan pelbagai pihak sebelum memulai kembali pembahasan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (RKUHP). Adies mengatakan hingga kini masih ada sejumlah pihak yang mempersoalkan RKUHP, terutama dalam kaitannya dengan undang-undang lex specialis.
"Apakah tidak perlu sebelum kita memulai itu, kita lakukan pembicaraan dengan semua para pihak, termasuk dengan para praktisi-praktisi hukum," kata Adies dalam Rapat Kerja Komisi III DPR dengan Menkumham pada Rabu, 17 Maret 2021.
Adies mengatakan sejumlah poin dalam RKUHP masih menjadi perdebatan di masyarakat. Misalnya pasal-pasal yang beririsan dengan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Undang-undang Tindak Pidana Korupsi, dan lainnya.
"Memang ini kan banyak UU spesialis di situ. Hal ini memang perlu dibicarakan sekali lagi," kata Adies.
Baca: Anggap RKUHP Sudah Final, Arteria Dahlan ke Yasonna: Jangan Gentar Pak
Dia sekaligus menanggapi pernyataan anggota Komisi III dari PDI Perjuangan, Arteria Dahlan yang menilai RKUHP sudah final. Arteria mengatakan DPR tak menganggap ada masalah dengan 14 poin substansi RKUHP yang menurut Menkumham masih menjadi perdebatan di masyarakat.
"Kemarin ada permasalahan yang dimainkan oleh elite tertentu di saat rakyat masih terbutakan sehingga gagal kita ini semua," ujar Arteria.
Arteria pun meminta pemerintah tak gentar untuk segera merampungkan pembahasan RKUHP tersebut. "Jadi kami mohon jangan gentar, Pak."
Adies Kadir mengatakan, kenyataannya masih banyak polemik di masyarakat terkait dengan RKUHP. Maka dari itu dia meminta pemerintah membicarakannya dengan para akademisi dan praktisi hukum agar tak ada lagi polemik yang berkembang saat pembahasan RKUHP dilanjutkan.
Menanggapi usul ini, Yasonna mengatakan perdebatan ihwal RKUHP tak hanya berasal dari masyarakat. Menurut dia, di antara kementerian/lembaga pemerintah pun awalnya mempersoalkan potensi bertabrakannya pasal-pasal dalam RKUHP dengan UU lex specialis.
"Kita kan sudah sangat sepakat KUHPidana ini masternya, dia sebagai lex generalis. Kalau memang ada UU khusus pastilah menyampingkan ketentuan-ketentuan (dalam RKUHP) ini," ujar Yasonna.
Politikus PDI Perjuangan ini mengatakan lembaga-lembaga pemerintah yang sempat mempersoalkan RKUHP di antaranya Kejaksaan Agung, Komisi Pemberantasan Korupsi, hingga Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Namun ia menyebut para pihak itu kini sudah memiliki pemahaman yang sama setelah mendapat penjelasan Kemenkumham.
Adapun ihwal masih adanya ahli hukum yang berpendapat lain soal RKUHP, Yasonna menganggapnya lazim saja. "Kadang-kadang biasalah ahli hukum, kalau enggak berbeda pendapat ya bukan ahli hukum, itu ahli yang lainlah, kira-kira begitu," kata Yasonna.
BUDIARTI UTAMI PUTRI