TEMPO.CO, Jakarta - Pembredelan Tempo bukan hanya sekali, sepanjang 50 tahun Tempo berdiri. Saat pemerintahan Presiden Soeharto membredel majalah Tempo, Editor dan tabloid Detik, pada 21 Juni 1994, itu pembredelan kedua
Keputusan pemerintah menutup majalah Tempo, Editor dan Detik diumumkan Direktur Jenderal Pembinaan Pers dan Grafika Kementerian Penerangan, Subrata, atas nama Menteri Penerangan Harmoko. Pemerintah Orde Baru saat itu beralasan pemberitaan Tempo mengenai indikasi korupsi dalam pembelian kapal perang eks Jerman Timur bisa membahayakan stabilitas nasional.
Ternyata 12 tahun sebelumnya, Majalah Tempo pernah juga dibredel, tepatnya pada 12 April 1982. Tempo, yang saat itu berusia 12 tahun, dibredel oleh Departemen Penerangan melalui surat yang dikeluarkan oleh Menteri Penerangan Ali Moertopo.
Baca: Resep Dari Dapur Tempo: Menulis Jurnalisme Naratif Ala Tempo
Dalam surat tersebut, Tempo dianggap telah melanggar kode etik pers. Ide pembredelan itu sendiri datang dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yang saat itu dipimpin oleh Harmoko, wartawan Pos Kota.
Diduga, pembredelan tersebut terjadi karena Tempo meliput kampanye partai Golkar di Lapangan Banteng, Jakarta, yang berakhir rusuh. Presiden Soeharto, yang notabene motor partai Golkar, tidak suka dengan berita tersebut.
Dan, bolak balik Tempo dibredel itu bukan hanya mengisi kisah 50 tahun Tempo, tapi tercatat dalam sejarah panjang kebebasan pers di negeri ini, sampai sekarang.