TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung menyatakan ada dua hal yang mengganjal penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Ali Mukartono mengatakan, dua ganjalan itu adalah penanganan perkara itu sendiri dan Undang-Undang terkait penuntasan perkara.
"Misalnya gini, di Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM tidak disebutkan tata cara penghentian penyelidikan," ucap Ali kepada Tempo pada Sabtu, 27 Februari 2021.
Padahal, kata Ali, bisa saja suatu perkara dihentikan lantaran tak memiliki cukup bukti. Namun, undang-undang tak mengatur itu.
Kendati demikian, dari 13 kasus pelanggaran HAM berat yang mangkrak, Ali belum memutuskan apakah ada perkara yang dihentikan atau dipastikan tuntas. Dia hanya memastikan analisa seluruh kasus yang menggantung telah diserahkan kepada Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin.
"Kami rekomendasikan ke Jaksa Agung. Tindak lanjutnya seperti apa, dibicarakan ke Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. Terserah beliau," kata Ali.
Tim Khusus Penuntasan Dugaan Pelanggaran HAM Berat dilantik oleh Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin pada 30 Desember 2020. Sebanyak 18 pegawai Kejaksaan Agung menjadi anggota Timsus Penuntasan Dugaan Pelanggaran HAM Berat ini. "Pembentukan Timsus HAM ini adalah upaya konkrit kejaksaan dalam rangka percepatan penuntasan dugaan pelanggaran HAM yang berat, sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi)," ucap Burhanuddin melalui keterangan tertulis.
Baca: Kejagung Tak Beri Deadline Kerja Timsus Penuntasan Pelanggaran HAM Berat
ANDITA RAHMA