TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Badan Legislasi DPR, Willy Aditya, menyarankan agar pemerintah menyempurnakan naskah akademik dan naskah rancangan terbaru dari RUU Perampasan Aset Pidana lalu diajukan ke DPR.
"RUU Perampasan Aset telah masuk 'longlist' Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2019-2024. Naskah akademik dan draf terbaru tinggal disempurnakan oleh Pemerintah dengan memasukkan situasi terbaru," kata Willy, Selasa, 23 Februari 2021.
Menurut dia, kalau Surat Presiden Jokowi terkait RUU Perampasan Aset disampaikan kepada DPR, maka diyakininya tidak ada hal lain yang akan menghambat.
Ia menjelaskan saat ini Prolegnas Prioritas 2021 masih belum disahkan pimpinan DPR. Dengan demikian, tinggal pemerintah dan DPR mengadakan rapat kerja untuk beberapa perubahan daftar prolegnas prioritas termasuk memasukkan RUU Perampasan Aset. "Saya kira tidak akan ada yang sulit dengan kondisi soliditas pemerintah dan DPR saat ini," ujarnya.
Ia menilai RUU itu kalau disahkan menjadi undang-undang akan menjadi alternatif terobosan menekan angka kejahatan dengan tujuan memperkaya diri, kerabat, dan institusi. Menurut dia, Indonesia membutuhkan RUU ini untuk dapat menarik kembali hasil-hasil kejahatan agar rasa keadilan di publik juga terwujud.
Politikus Partai NasDem ini menilai apabila RUU itu secara formal diundangkan, maka bisa menjadi jawaban rasional bagi masyarakat atas kegeraman terhadap kejahatan seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Menurut Willy, perampasan harta hasil pidana jauh lebih penting dan berkeadilan ketimbang mengonstruksi hukuman mati. Namun RUU Perampasan Aset memerlukan perangkat pokok untuk memperkuat implementasi.
Baca juga: Menakar Hukuman Mati bagi Koruptor dalam UU Pemberantasan Korupsi