TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Informatika menyatakan kesiapannya untuk merevisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Hal ini sekaligus merupakan tanggapan atas ucapan Presiden Joko Widodo, yang mengingatkan bahwa UU tersebut kerap disalahgunakan.
"Jika dalam perjalanannya tetap tidak dapat memberikan rasa keadilan, maka kemungkinan revisi UU ITE juga terbuka, kami mendukung sesuai arahan Bapak Presiden," kata juru bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika Dedy Permadi, saat dihubungi Tempo, Kamis, 18 Februari 2021.
Presiden Jokowi sebelumnya mengatakan Undang-undang ITE kerap menimbulkan rasa ketidakadilan. Bahkan Jokowi mewanti-wanti Kepolisian agar berhati-hati menerjemahkan pasal-pasal yang bisa menimbulkan multitafsir.
Dedy mengatakan Kominfo sepakat bahwa seharusnya penerimaan laporan harus lebih selektif. Karena itu, ia mengatakan Kominfo juga mendukung adanya penerjemahaan secara detail pasal-pasal di UU tersebut.
"Kominfo mendukung Mahkamah Agung, Kepolisian, Kejaksaan, dan K/L terkait dalam membuat pedoman intepretasi resmi terhadap Undang-undang ITE agar lebih jelas dalam penafsiran," kata Dedy.
Ia mengatakan sebenarnya, semangat Undang-undang ITE adalah untuk menjaga ruang digital Indonesia agar bersih, sehat, beretika, dan bisa dimanfaatkan secara produktif. Namun, pemerintah berpedoman bahwa dalam pelaksanaan UU ITE tidak boleh justru menimbulkan rasa ketidakadilan.
Baca juga: Kapolri Sebut Pasal Karet UU ITE Sering Dipakai untuk Kriminalisasi