TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Gerakan Antiradikalisme Alumni Institut Teknologi Bandung (GAR ITB), Shinta Madesari Hudiarto menanggapi pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md perihal pelaporan Din Syamsuddin ke Komisi Aparatur Sipil Negara. Shinta mempertanyakan maksud Mahfud bahwa pemerintah tak akan memproses laporan tersebut.
Shinta menjelaskan, GAR ITB sebelumnya melaporkan kasus dugaan pelanggaran disiplin ASN oleh Din Syamsuddin yang sifatnya administratif. Adapun kasus radikalisme, kata dia, tergolong pada tindak pidana.
"Laporan kami tidak membidik kasus radikal, laporan kami membidik masalah pelanggaran etik (ASN)," kata Shinta kepada Tempo, Senin, 15 Februari 2021.
KASN, kata Shinta, kemudian melimpahkan aduan itu kepada Satuan Tugas Penanganan Radikalisme SKB 11 Menteri dan kepada Kementerian Agama. Menurut Shinta, pelimpahan itu merupakan kewenangan KASN berdasarkan mekanisme yang berlangsung di lembaga itu.
"Saya tidak tahu yang dimaksud Pak Mahfud yang tidak diteruskan yang mana. Yang kami laporkan sebenarnya kasus administrasi. Masalah apakah laporan itu diteruskan ke Satgas Antiradikalisme itu internal lembaga (KASN)," ujar Shinta.
Baca: Petisi Tolak Din Syamsuddin Dicap Radikal Capai Belasan Ribu
Shinta mengatakan, laporan administratif itu mengarah pada sanksi administratif pula misalnya berupa teguran, penurunan jabatan, atau pencopotan jabatan. GAR ITB, kata dia, tak berwenang menggolongkan apakah tindakan Din Syamsuddin tergolong radikalisme atau bukan.
"Bahwa sikap Pak Din Syamsuddin radikal iya, itu kan memang ada sikap-sikap Pak Din radikal terhadap pemerintah. Tetapi terus apakah laporan disipliner itu digolongkan tindak radikalisme?" kata Shinta.
Namun, kata Shinta, KASN sendiri yang menyatakan bahwa laporan GAR ITB menyangkut tindakan radikalisme. Menurut dia, hal ini tertuang dalam surat KASN kepada Satgas Antiradikalisme ASN tertanggal 24 November 2020.
Poin 3 surat itu menyebutkan, sesuai Keputusan Bersama Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Komunikasi dan Informatika, Kepala Badan Intelijen Negara, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Kepala Badan Kepegawaian Negara, Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, Ketua KASN Nomor 2 Tahun 2019, dugaan pelanggaran yang dimaksud termasuk dalam jenis tindakan radikalisme.
Shinta mengatakan, GAR ITB memang kemudian menyebutkan ihwal dugaan tindak radikal ini saat menyerahkan surat kepada Menpan-RB Tjahjo Kumolo setelah menerima tembusan surat KASN 24 November 2020 itu.
"Semua laporan itu kami serahkan kepada Menteri, makanya kami bunyikan itu, bahwa kami menyerahkan surat pelaporan pelanggaran disiplin dan tindak radikalisme berdasarkan karena itu ada pelimpahan ke Satgas Antiradikalisme," kata Shinta.
Mahfud Md sebelumnya menyatakan pemerintah tak akan memproses laporan dari GAR ITB terkait Din Syamsuddin. Menurut Mahfud, pemerintah juga tak pernah menganggap Din sebagai radikal atau penganut radikalisme. "Beliau (Din) kritis, bukan radikalis," kata Mahfud pada Sabtu, 13 Februari lalu.
BUDIARTI UTAMI PUTRI