TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat politik, Rocky Gerung menilai ucapan Presiden Joko Widodo atau Jokowi minta dikritik sebagai paradoks.
"Dia berusaha untuk memberikan semacam sinyal bahwa kami tidak anti kritik, padahal di saat yang sama, dia suruh orang untuk perkarakan si pengritik. Itu paradoks," ujar Rocky dikutip dari kanal YouTube Rocky Gerung Official, Rabu, 10 Februari 2021.
Menurut Rocky, Jokowi seolah menutup mata akan berbagai kasus pembungkaman kebebasan berpendapat yang selama ini terjadi. "Jadi seolah-olah bilang silakan kritik, oke, anda boleh ngomong. Omongan anda dijamin oleh kebebasan, tapi setelah anda ngomong kami tidak jamin kebebasan anda, kira-kira begitu. Setelah ngomong kebebasannya ditunggu oleh UU ITE, ditunggu oleh Bareskrim," tutur mantan dosen Filsafat Universitas Indonesia itu.
Jika Jokowi serius dengan ucapannya, ujar Rocky, maka seharusnya semua tahanan politik dibebaskan dan tidak ada buzzer-buzzer yang dikerahkan untuk menyerang pengkritik pemerintah.
Baca: Jokowi Minta Masyarakat Lebih Aktif Mengkritik dan Memberi Masukan
"Ini kan tidak. Dendamnya (kepada pengkritik) didelegasikan pada buzzer dan tokoh-tokoh yang membenci oposisi. Ini permainan dua muka yang berbahaya," tuturnya.
Menurut Rocky, sinyal bahwa pemerintahan tidak anti-kritik yang disampaikan itu palsu dan publik pun tidak akan mempercayai hal tersebut. Sehingga, ujar Rocky, omongan itu hanya jadi bahan tertawaan.
"Itu kalau kata orang Betawi baca hedaline itu, Presiden minta dikritik, itu komentarnya; muke gile lu,” tuturnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi meminta masyarakat untuk lebih aktif dalam memberi masukan dan kritik pada pemerintah. Hal ini, kata Jokowi, adalah bagian dari proses untuk mewujudkan pelayanan publik yang lebih baik. "Masyarakat harus lebih aktif menyampaikan kritik masukan ataupun potensi maladministrasi dan para penyelenggara pelayanan publik juga harus terus meningkatkan upaya-upaya perbaikan perbaikan," kata Jokowi, Senin lalu.
Sehari setelah itu, Sekretaris Kabinet Pramono Anung menambahkan bahwa kritik, saran, dan masukan itu seperti jamu yang menguatkan pemerintah. "Kami memerlukan kritik yang terbuka, kritik yang pedas, kritik yang keras, karena dengan kritik itulah pemerintah akan membangun lebih terarah dan lebih benar,” ujar Pramono dalam rangka peringatan Hari Pers Nasional, kemarin.
Menurut Rocky, pernyataan Jokowi minta dikritik hanya omongan kosong di tengah semakin sempitnya ruang kebebasan berpendapat.
DEWI NURITA