TEMPO.CO, Jakarta - Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte mengaku sempat menolak permintaan pengecekan status red notice Djoko Tjandra yang diajukan oleh Tommy Sumardi. Terlebih, ia juga tahu bahwa Djoko Tjandra seorang buron.
Hal tersebut diungkapkan Napoleon dalam sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan terdakwa kasus korupsi kepengurusan penghapusan red notice Djoko Tjandra.
Napoleon mengatakan, dalam pertemuan pertama dengan Tommy Sumardi, ia sudah diminta untuk mengecek status red notice Djoko Tjandra.
"Saya tanya, anda siapanya Djoko Tjandra. Dia jawab teman, saya jawab anda tidak berhak bertanya itu, harusnya dia (Djoko Tjandra) atau keluarganya atau pengacara," kata Napoleon di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Senin, 8 Februari 2021.
Kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU), Napoleon mengatakan tak bisa melayani permintaan Tommy. Ia pun menyarankan Tommy untuk mengajukan surat resmi.
"Sehingga permintaan itu menjadi resmi dan legal. Kami institusi," ucap Napoleon.
Baca juga: Tommy Sumardi Ungkap Aliran Dana Djoko Tjandra ke 2 Jenderal Polisi
Mengikuti arahan Napoleon, Tommy kembali menemuinya pada 16 April 2020. Saat itu ia sudah membawa surat permintaan dari istri Djoko Tjandra, Anna Boentaran. Surat tersebut berisi sembilan lembar dan ditandatangani oleh Anna yang ditujukan langsung untuk Napoleon.
Dalam surat, Anna mengajukan permohonan penghapusan red notice sang suami. Selain surat, Tommy juga membawa empat buntal perkara Djoko Tjandra, yakni perkara di pengadilan negeri, Mahkamah Agung, pengajuan kembali (PK), dan Mahkamah Konstitusi.
Setelah itu Napoleon pun menggelar rapat bersama pihak NBC Interpol. "Yang dibicarakan dalam rapat apa? Ada omongan khusus? " tanya jaksa.
"Tidak ada. Saya mengatakan, 'NCB ini ada surat dari istri Djoko Tjandra diantar oleh Tommy Sumardi, temannya Brigjen Prasetijo, tolong ditindaklanjuti," jawab Napoleon.
"Ditindaklanjuti bagaimana maksudnya?" tanya jaksa.
"Cek status Djoktjan," kata Napoleon.
Dalam perkara ini, JPU mendakwa Napoleon telah menerima uang sebesar SGD$ 200 ribu dan US$ 270 ribu dari Djoko Tjandra. Uang tersebut sebagai imbalan lantaran Napoleon berhasil membuat nama Djoko Tjandra terhapus dari sistem ECS pada Sistem Informasi Keimigrasian.