TEMPO.CO, Jakarta - Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat kembali menjadi tersangka di kasus korupsi PT Asabri. Sebelumnya, mereka telah divonis penjara seumur hidup di kasus korupsi di PT Asuransi Jiwasraya. Peran mereka di kedua kasus itu mirip.
"Seluruh kegiatan investasi Asabri pada kurun waktu 2012-2019 tidak dikendalikan oleh mereka, namun sepenuhnya dikendalikan oleh HH (Heru Hidayat), BTS (Benny Tjokrosaputro) dan LP (Lukman Purnomosidi, Direktur Utama PT Prima Jaringan)," kata Kepala Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak, dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Senin, 1 Februari 2021.
Menurut pemberitaan Majalah Tempo Edisi 7 November 2020, sudah jadi kasak-kusuk bahwa dugaan penyimpangan dalam pengelolaan investasi di perusahaan asuransi ini melibatkan Benny dan Heru.
Audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan mengurai detail penyimpangan penempatan dana investasi di saham dan reksa dana yang ditengarai merugikan negara lebih dari Rp 10 triliun.
Cerita berawal pada 2012, ketika Asabri yang dipimpin oleh Mayor Jenderal Purnawirawan Adam Damiri memindahkan Rp 3 triliun-dari total Rp 3,8 triliun obligasi korporta-ke reksa dana. Dewan Komisaris menyetujui usul itu dengan syarat manajer investasi yang mengelola dana harus melalui beauty contest.
Pemindahan juga harus dilakukan untuk mencari imbal hasil yang lebih optimal. Adam Damiri disebut langsung memilih MI salah satunya PT Insight Investment Management.
Baca juga: Tersangka Kasus Korupsi Asabri Terkejut Langsung Ditahan
Pada Desember 2012, Asabri menjual Rp 974 miliar obligasi korporat untuk diinvestasikan ke Reksa Dana Guru lewat manajer investasi tersebut. Nilai investasi kemudian bertambah Rp 100 miliar, sehingga totalnya Rp 1,07 triliun. Penempatan ke Reksa Dan Guru dinilai janggal, sebab sejak 22 Agustus 2011, ketika Asabri pertama kali menempatkan investasinya ke reksa dana itu, nilai aktiva bersihnya tidak pernah melebihi harga beli.
Audit BPKP menyebut rupanya koleksi saham di Reksa Dana Guru adalah saham-saham yang nilainya terus turun, seperti PT Eureka Prima Jakarta Tbk, PT Sugih Energy Tbk, dan PT Sigmmagold Inti Perkasa. Audit itu juga menyimpulkan bahwa saham yang menjadi aset Reksa Dana Guru terafiliasi dengan Benny Tjokro dan Heru Hidayat.
Pada saat bersamaan, BPKP mengaudit penempatan saham Jiwasraya. Kesimpulan audit itu mirip, bahwa mayoritas investasi mengalir ke saham-saham yang terafiliasi dengan dua pengusaha itu.
Peran Benny Tjokro dan Heru lebih kentara dengan melihat Laporan Hasil Audit Investigatif atas Penempatan Investasi Saham PT Asabri 2012-2017. Dari audit itu terungkap Sonny Widjaja, Direktur Utama yang menggantikan Adam Damiri, merancang jalan keluar mitigasi risiko portofolio perusahaan.
Mitigasi dijalankan lewat pembelian saham dari Heru Hidayat. Cara lainnya adalah membeli saham perusahaan BUMN yang dikoleksi Heru. Atau cara ketiga yaitu membeli saham dari Benny Tjokrosaputro.
Sejak itu, Asabri beberapa kali melakukan pembelian saham-saham yang terafiliasi dengan Heru dan Benny. Audit BPKP menyebut transaksi tersebut merugikan senilai Rp 2,1 triliun pada akhir 2018. Audit BPKP menyimpulkan kerugian akibat semua investasi yang terafiliasi dengan Heru mencapai Rp 9,7 triliun. Sedangkan, transaksi yang terafiliasi dengan Benny sebanyak Rp 859 miliar.