TEMPO.CO, Jakarta - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengusulkan revisi UU Pemilu mengakomodir agar Pilkada 2022 dan 2023 tetap digelar.
"Kalau semua dihimpitkan di 2024, itu sangat tidak rasional dari aspek penyelenggaraan, termasuk pemilih," kata peneliti Perludem Fadli Ramadhanil kepada Tempo, Kamis, 28 Januari 2021.
Fadli mengaku khawatir manajemen pemilu akan kacau balau jika Pilkada 2022 dan 2023 diadakan serentak pada 2024. "Karena beban penyelenggara sangat berat," katanya.
Baca: Pilkada 2024 Disebut Sulitkan Capres Potensial Seperti Anies, Ganjar, dan Ridwan Kamil
Ia menjelaskan, jika pilkada diadakan pada November 2024 dan pemilu 5 kotak (pilpres, pemilihan anggota DPD, DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota) pada April 2024, akan banyak tahapan yang berhimpitan. Salah satunya ialah verifikasi dukungan calon perseorangan pilkada, dan persiapan logistik pemilu dan kampanye akan berhimpitan.
Menurut Fadli, kondisi tersebut akan memunculkan masalah teknis yang akan berdampak pada kacaunya penyelenggaraan. "Akhirnya pemilu jadi tidak demokratis," ujarnya.
DPR dan pemerintah sebelumnya telah menyepakati revisi UU Pemilu masuk dalam Program Legislasi Nasional 2021. Meski begitu, daftar RUU Prolegnas 2021 memang belum ditetapkan dalam rapat paripurna Dewan.