TEMPO.CO, Jakarta -Kepala Badan Komunikasi Publik DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra menyatakan partainya setuju normalisasi penyelenggaraan pemilihan kepala daerah pada 2022 dan 2023 dalam Rancangan Undang-undang atau RUU Pemilu. Termasuk di dalamnya Pilkada DKI Jakarta pada 2022.
Menurut Herzaky, pilkada merupakan momen emas bagi masyarakat untuk memilih pemimpin terbaik di daerah masing-masing. Demokrat menilai perlu waktu dan kesempatan cukup bagi masyarakat untuk mendalami dan memahami sosok serta rekam jejak para calon kepala daerah.
"Momen itu akan berkurang bahkan hilang jika pilkada dilaksanakan di waktu yang berdekatan dengan pilpres, di tahun yang sama meskipun berbeda bulan," kata Herzaky dalam keterangannya, Rabu, 27 Januari 2021.
Herzaky mengatakan, bagaimana pun pilpres memiliki daya magnet luar biasa. Keserentakan pilpres dan pemilu legislatif di 2019 lalu, kata dia, sudah memberikan contoh nyata bagaimana pileg tenggelam di tengah hiruk pikuk pilpres. Dia mengatakan pilkada pun diperkirakan akan demikian jika dilaksanakan berdekatan dengan pilpres.
Selain itu, Herzaky menyebut pertarungan di pilkada pun bisa jadi bukan lagi politik gagasan. "Kompleksitas kompetisinya bisa memunculkan godaan melakukan tindakan-tindakan ilegal seperti politik uang, politik identitas, maupun penyalahgunaan kekuasaan," kata dia.
Herzaky juga menyinggung lamanya masa penjabat kepala daerah jika Pilkada 2022 dan 2023 ditunda ke 2024. Dia mengatakan ada 272 daerah yang akan dipimpin penjabat sementara. Sebagian daerah pun merupakan episentrum pandemi Covid-19. Sedangkan tak ada jaminan pandemi akan berarkhir pada 2022 atau 2023.
"Ketiadaan kepala daerah definitif hasil pemilu membuat rentannya daerah karena penjabat kepala daerah tidak bisa membuat keputusan strategis," ujarnya. Ia menyebut akan banyak keputusan penting terhambat sehingga upaya dan program pemerintah tak berjalan optimal.
Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat dari Demokrat, Anwar Hafid, juga mengingatkan pengalaman Pemilu 2019. Ada 894 petugas penyelenggara pemilu meninggal dan 5.175 sakit karena kelelahan. Dia menekankan bahwa penilihan serentak dengan lima kertas suara pada Pemilu 2019 amatlah berat.
Apalagi, kata Anwar, jika nanti pilkada kabupaten/kota dan provinsi turut digelar. "Saya tidak bisa membayangkan bagaimana kacaunya proses pemilu yang akan kita hadapi jika ide penyatuan pemilu nasional dan lokal 2024 benar-benar terjadi," kata dia.
Herzaky Mahendra menegaskan sikap partainya mengusulkan pilkada tak digelar di tahun yang sama dengan Pilpres dan Pileg 2024. Demokrat juga setuju pilkada serentak dilaksanakan pada 2027.
Demokrat, kata Herzaky, berharap pemerintah dan partai-partai di parlemen menyepakati opsi terbaik untuk merawat dan mengembangkan demokrasi. Dia juga mengingatkan demokrasi merupakan proses bersama sehingga semangat kebersamaan antarparpol di DPR mesti dikedepankan.
BUDIARTI UTAMI PUTRI
Baca Juga: RUU Pemilu, Saan: Mayoritas Fraksi DPR Setuju Pilkada Serentak 2022 dan 2023