TEMPO.CO, Jakarta - Calon gubernur Sumatera Barat Mulyadi mempersoalkan penetapan dirinya sebagai tersangka dugaan pelanggaran pilkada dalam sidang sengketa hasil pemilihan kepala daerah di Mahkamah Konstitusi.
Kuasa Hukum pasangan Mulyadi-Ali Mukhni, Veri Junaidi mengatakan penetapan tersangka oleh Sentra Penegakan Hukum Terpadu yang terdiri atas Bawaslu, kepolisian dan kejaksaan itu merupakan proses penegakan hukum yang tidak adil serta dipaksakan. Hal tersebut disampaikan dalam sidang pemeriksaan pendahuluan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta yang digelar secara daring pada Selasa 26 Januari 2021.
"Proses penetapan tersangka terkesan terburu-buru dan dipaksakan, yakni lima hari sebelum pemungutan suara dan disebarkan secara masif melalui media massa," ucapnya.
Akibat penetapan tersangka itu, ia mendalilkan pemohon kehilangan dukungan dari calon pemilih dilihat dari penurunan elektabilitas secara tajam dibandingkan dengan hasil survei yang dilakukan sebelum penetapan sebagai tersangka.
Baca: Pilkada 2020, Polri Selidiki Dugaan Pidana Pemilu Pasangan Mulyadi - Ali Mukhni
"Penetapan pemohon sebagai tersangka tersebut, meskipun pada akhirnya dalam tahap penyidikan dinyatakan tidak cukup bukti, merupakan upaya terstruktur, sistematis dan masif dengan tujuan menggembosi dukungan pemilih terhadap pemohon," ujar Veri Junaidi.
Meski tidak memenuhi ambang batas pengajuan permohonan sengketa hasil pemilihan kepala daerah, pemohon meminta agar Mahkamah Konstitusi tetap memeriksa dan memutus perkara tersebut.
Dalam sidang tersebut, Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi juga menyetujui pasangan calon Mahyeldi-Audy Joinaldy menjadi pihak terkait dalam perkara itu.
Dalam Pilgub Sumbar 2020, KPU Sumbar menetapkan pasangan calon nomor urut 1 Mulyadi - Ali Mukhni memperoleh 614.477 suara, pasangan calon nomor urut 2 Nasrul Abit - Indra Catri mendapat 679.069, pasangan calon nomor urut 3 Fakhrizal - Genius Umar memperoleh 220.893 dan pasangan calon nomor urut 4 Mahyeldi - Audy Joinaldy memperoleh 726.853 suara.