TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Danu Pratama, mengatakan pelanggaran kebebasan berekspresi masih mewarnai demokrasi di Indonesia.
Ketika momentum maraknya unjuk rasa penolakan omnibus law UU Cipta Kerja, misalnya, KontraS menyebut ada 87 peristiwa pelanggaran.
"Di antaranya ada 232 orang luka-luka, dan 4.555 lainnya ditangkap," kata Danu dalam acara konferensi pers virtual terkait peringatan Hari HAM, Kamis, 10 Desember 2020.
KontraS menemukan banyak penggunaan senjata untuk mengontrol kerumunan seperti gas air mata, water cannon, peluru karet, sampai pentungan. Masalahnya, kata Danu, aparat menggunakan peralatan ini secara serampangan.
Sementara itu, ujar Danu, tidak adanya sikap tegas yang ditunjukkan pemerintah terkait isu brutalitas aparat. Malah, Danu mengatakan Presiden Joko Widodo atau Jokowi justru mendelegitimasi aksi massa dengan menyatakan bahwa mereka yang memprotes UU Cipta Kerja merupakan korban disinformasi dan hoaks media sosial.
"KontraS tidak melihat ada aparat kepolisian yang akhirnya diproses hukum terkait isu kekerasan eksesif tersebut. Dampak jangka panjangnya, tentu jika ini terus berlangsung dapat dipastikan kekerasan yang terjadi di tahun ini dan tahun lalu, akan berulang di tahun depan, dengan isu-isu yang lain," kata Danu.