TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS, Nasir Djamil, mendesak Presiden Joko Widodo membentuk tim pencari fakta mengusut insiden penembakan anggota FPI pengawal Rizieq Shihab oleh aparat kepolisian di kawasan Tol Cikampek, tepatnya dekat Pintu Tol Karawang Timur.
"Kami sampaikan melalui Pak Moledoko, kami harap mudah-mudahan Pak Presiden membentuk tim pencari fakta terkait dengan kasus tersebut," ujar Nasir Djamil saat rapat kerja Komisi III DPR RI bersama dengan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko di Kompleks Parlemen, Senayan, pada Senin, 7 Desember 2020.
Menurut Nasir, tim pencari fakta ini perlu dibentuk karena ada kesimpangsiuran informasi terkait insiden tersebut. "Mudah-mudahan dengan tim pencari fakta, kita dapatkan kebenaran tentang peristiwa tersebut," ujar dia.
Moeldoko berujar belum bisa berkomentar terkait insiden tersebut. "Tapi, akan kami sampaikan nanti (usul itu)," ujar bekas Panglima TNI ini.
Ia mengaku juga baru tahu ihwal insiden ini dari media. "Dan (isu) ini perlu dikelola dengan sangat baik dan perlu akurasi yang sangat tinggi, perlu proses. Dan saya sudah mengkalkulasi situasinya seperti apa, karena kejadian ini cukup sensitif," ujar dia.
Diketahui, sampai saat ini terdapat perbedaan keterangan antara FPI dan polisi soal peristiwa bentrokan tersebut. Kapolda Metro Jaya, Inspektur Jenderal Mohammad Fadil Imran, menyebut bahwa bentrokan terjadi karena mobil penyidik dipepet dan diserang menggunakan senjata api dan senjata tajam oleh FPI. Dengan alasan membela diri, Fadil mengatakan anggotanya yang berjumlah enam orang melakukan penembakan, hingga mengakibatkan enam dari sepuluh orang anggota FPI tewas.
Sebanyak empat orang lainnya disebut melarikan diri dari lokasi. Dari tangan para tersangka, polisi menyita dua pucuk senjata api jenis revolver dan beberapa selongsong peluru.
Sementara itu, Jubir FPI Munarman menyebut justru polisi yang lebih dahulu menyerang mereka saat mengawal Rizieq Shihab. Menurut Munarman, kendaraan para pengawal Rizieq terus dipepet dan dipaksa berhenti oleh polisi tidak berseragam yang mereka sebut sebagai penguntit.
"Fitnah besar kalau laskar kami disebut membawa senjata api dan tembak-menembak. Fitnah itu. Cek saja nomor register senpi-nya, pelurunya itu tercatat. Pasti bukan punya kami. Karena kami tidak punya akses terhadap senpi," ujar Munarman.
FPI, sampai saat ini juga menyebut enam anggota mereka hilang, bukan tewas karena belum diketahui keberadaannya. "Itu membuktikan bahwa mereka dibunuh dan dibantai. Kalau sejak awal tembak- menebak, berarti dia tewasnya di tempat. Semalam saya sendiri sampai jam 3 sudah ngecek dengan teman-teman di lapangan, tidak ada jenazah di situ," ujar Munarman.
DEWI NURITA