TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM, Bunyamin, memastikan pembahasan rancangan peraturan presiden (perpres) pelibatan TNI dalam penanggulangan terorisme akan diteruskan.
"Pemerintah sih sesuai amanat undang-undang kan di sana satu tahun. Ini sudah lewat, jadi seharusnya sudah jadi (perpresnya)," kata Bunyamin saat ditemui di DPR, Jakarta, Selasa, 1 Desember 2020.
Bunyamin mengatakan, pelibatan TNI dalam pemberantasan tindak pidana terorisme diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018. Dalam Pasal 43 ayat 3, pelibatan TNI diatur lebih lanjut di perpres dan dikonsultasikan di DPR. Mestinya, kata dia, perpres dibuat dalam waktu 1 tahun setelah UU Nomor 5 Tahun 2018 terbit.
Terkait proses rancangan perpres pelibatan TNI dalam menangani terorisme, Bunyamin memastikan sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Bahkan, dalam prosesnya sudah dibentuk panitia antarkementerian yang diprakarsai oleh Kementerian Pertahanan dan melibatkan institusi lain, seperti Kemenkumham, Sekretariat Negara, Mabes TNI, Mabes Polri, BNPT, dan LPSK.
Kelompok masyarakat sipil sebelumnya meminta pemerintah menunda penetapan Rancangan Peraturan Presiden tentang Tugas TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme. Salah satunya KontraS yang meminta terlebih dulu membuka audit dan evaluasi penanganan terorisme dengan melibatkan TNI yang sudah berlangsung, misalnya Satgas Tinombala.
Proses evaluasi ini penting agar terlihat kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman alias SWOT (strength, weakness, opportunity, threat) dari kebijakan tersebut. "Jika main lanjut pembahasan perpres ini, ruang penanganan tindak pidana terorisme oleh TNI lewat fungsi penangkalan, penindakan, dan pemulihan sama saja memberi cek kosong bagi militer dan berbahaya," kata Rivanlee.