TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) menghadiri sidang pemeriksaan gugatan Pilkada 2020 di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang dilayangkan Busyro Muqoddas dkk. Komisioner KPU Hasyim Asyari mengatakan KPU belum menerima salinan gugatan tersebut.
"KPU tetap hadir memenuhi panggilan PTUN Jakarta tersebut karena agenda baru pada tingkat pemeriksaan persiapan," kata Hasyim kepada wartawan, Kamis, 19 November 2020.
Hasyim mengatakan KPU menerima panggilan dari PTUN Jakarta No. W2.TUN1-2486/HK.06/XI/2020 pada 10 November 2020. Surat panggilan itu dalam rangka menghadap Hakim Ketua Majelis TUN Jakarta pada hari ini untuk pemeriksaan persiapan gugatan perkara Nomor 203/G/TF/2020/PTUN.JKT.
Hasyim menjelaskan obyek sengketa adalah tindakan melanjutkan Pilkada 2020 di tengah situasi penyebaran Covid-19 yang masih belum terkendali. Tindakan ini diputuskan oleh pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Komisi Pemilihan Umum pada 21 September lalu melalui forum rapat kerja/rapat dengar pendapat.
Pemerintah dalam hal ini Menteri Dalam Negeri, Komisi II DPR, dan KPU menjadi tergugat dalam perkara ini. Adapun Badan Pengawas Pemilu dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjadi turut tergugat.
Penggugat adalah sejumlah tokoh, yakni Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas; wartawan senior dan aktivis HAM Ati Nurbaiti; aktivis HAM dan Direktur Yayasan Jurnal Perempuan Atnike Nova Sigiro; pegiat hak atas kesehatan Irma Hidayana; dan aktivis HAM Elisa Sutanudjaja. Mereka mendapuk Lokataru menjadi kuasa hukum.
"Mereka meminta hakim PTUN untuk menghukum pemerintah, DPR, dan KPU dengan menyatakan bahwa mereka telah melakukan perbuatan melawan hukum," kata Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar dalam keterangannya, Kamis, 19 November 2020.
Para tergugat dianggap melanggar Pasal 10 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular. Pasal ini mengatur bahwa pemerintah bertanggung jawab dalam upaya penanggulangan wabah. Kemudian Pasal 4 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan yang menyebutkan bahwa perlindungan kesehatan masyarakat oleh pemerintah dilakukan salah satunya melalui kekarantinaan kesehatan.
Ada juga Pasal 201A ayat (3) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor I Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang. Pasal 201A ayat (3) mengatur bahwa pilkada serentak dapat ditunda kembali untuk kedua kalinya apabila situasi belum memungkinkan.
"Mereka juga meminta hakim PTUN untuk memerintahkan para tergugat untuk menghentikan dan menunda proses Pilkada Serentak 2020 setidak-tidaknya hingga situasi pandemi Covid-19 tertanggulangi dengan baik dan kondisi darurat telah terlewati sebagaimana standar WHO," ujar Haris.