TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Staf Presiden Moeldoko mengatakan pemerintah terbuka untuk bekerja sama dalam pengadaan vaksin Covid-19 dengan perusahaan farmasi asal Amerika Serikat, Pfizer, dan mitra mereka dari Jerman, BioNTech. "Tidak menutup kemungkinan (bekerja sama), tapi juga ada persoalan teknis yang dari sisi perlakuan terhadap vaksin itu," kata Moeldoko di kantornya, Jakarta, Kamis 12 November 2020.
Sebelumnya diberitakan bahwa uji klinis vaksin buatan Pfizer dan BioNTech diklaim dapat mencegah infeksi Covid-19 hingga 90 persen. Namun inovasi Pfizer dan BioNTech tersebut masih harus dikaji oleh kelompok pakar independen dan disetujui oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Di Indonesia, belum ada temuan seberapa ampuh vaksin Sinovac dan Sinopharm yang dipesan dari perusahaan asal China. Sedangkan uji klinis dijadwalkan selesai pada April 2021. "Yang pasti orientasi pertama Sinovac dan Sinopharm. (Untuk Pfizer dan BioNTech) itu untuk daerah-daerah seperti kita ini sepertinya akan menghadapi kesulitan karena jaring dinginnya (cold chain) itu, harus melalui suatu temperatur sehingga pada nantinya harus distribusi dari satu wilayah ke wilayah lain akan menghadapi masalah, persoalan teknisnya di situ," ungkap Moeldoko.
Sebab, kata Moeldoko, vaksin buatan Pfizer-BioNTech itu menggunakan teknologi rekayasa genetik. Rekayasa genetik dilakukan dengan mengambil genom dari RNA virus yang membutuhkan tempat penyimpanan vaksin pada suhu -80 derajat Celcius. Di Indonesia masih sulit menemukan penyimpanan yang bisa menjaga suhu hingga -80 derajat Celcius, bahkan freezer kulkas saja hanya -4 derajat Celcius.
"Tapi saya pikir ini sebuah kesempatan bagi pemerintah adalah semaksimal mungkin menyelamatkan masyarakatnya. Nanti persyaratan teknisnya akan dilihat seperti apa, apakah memungkinkan atau tidak," kata dia.
Selain itu, menurut Moeldoko, Lembaga Biologi Molekuler Eijkman juga sedang mengembangkan vaksin Merah Putih. "Mungkin ada lagi pabrik vaksin di Indonesia, mungkin semuanya, akan pasti jadi pertimbangan. Pertimbangannya adalah efektivitas, yang kedua juga pertimbangan harga, mungkin pertimbangan teknis, persediaan dan lainnya," kata Moeldoko.
Sebelumnya, pemerintah sudah meneken kesepakatan untuk pengadaan 143 juta dosis konsentrat vaksin yang dimulai November 2020 dengan Sinovac. Selanjutnya dengan Sinopharm dan CanSino masing-masing 65 juta dan 15 juta hingga 20 juta konsentrat vaksin.
Selain dengan China, Indonesia menjalin kerja sama vaksin dengan perusahaan teknologi G-24 asal Uni Emirat Arab (UAE) pertengahan Agustus dengan memasok 10 juta dosis vaksin melalui kerja sama dengan PT Kimia Farma. Masih ada 100 juta dosis vaksin Covid-19 yang diproduksi AstraZeneca diharapkan dapat dilakukan pengiriman pertama pada kuartal kedua 2021.