TEMPO.CO, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mendesak pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar menunda pembahasan rancangan Peraturan Presiden tentang Tugas Tentara Nasional Indonesia dalam Mengatasi Aksi Terorisme.
Wakil Koordinator I KontraS, Feri Kusuma, menyatakan pemerintah tak kunjung merevisi poin-poin yang dianggap berbahaya bagi penegakan hukum dan HAM di Indonesia. "Pemerintah tidak boleh memaksakan karena nanti bisa berimplikasi ke mana-mana kalau tidak direvisi," ujar Feri melalui konferensi pers pada Ahad, 8 November 2020.
KontraS sebelumnya telah memaparkan kritik atas Perpres tersebut jauh ketika wacana pelibatan TNI dalam terorisme baru bergulir. KontraS menilai aturan itu memberikan mandat yang luas dan berlebihan kepada TNI. Terlebih pengaturan tersebut tidak diikuti mekanisme akuntabilitas militer yang jelas untuk tunduk pada sistem peradilan umum.
Hal itu membuat penanganan tindak pidana terorisme oleh TNI lewat fungsi penangkalan, penindakan dan pemulihan (Pasal 2 Rancangan Perpres) memberi cek kosong bagi militer dan berbahaya.
"Bahwa pada UU Terorisme, sebenarnya yang menjadi ujung tombak atau otak penanggulangan terorisme adalah BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme). Tapi di sini, TNI akan ditempatkan di semua lini," ucap Staf Riset dan Dokumentasi KontraS, Danu Pratama, menanggapi.
Selain itu, KontraS melihat tak ada urgensi membahas rancangan Perpres tentang Tugas TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme sesegera mungkin. Terlebih keadaan saat ini yang tengah mengalami pandemi Covid-19. "Belum ada relevansi membahas sesegera mungkin," kata Feri.
ANDITA RAHMA