TEMPO.CO, Jakarta - Tim Kemanusiaan Provinsi Papua untuk Kasus Kekerasan Terhadap Tokoh Agama di Kabupaten Intan Jaya mengeluarkan tiga rekomendasi bagi pemerintah pusat.
Rekomendasi disusun setelah tim bertemu dengan masyarakat Distrik Hitadipa, Intan Jaya yang mengungsi pasca kejadian. "Mereka merindukan kembali ke kampung untuk melanjutkan kehidupan," kata Dora Balubun, salah satu anggota tim, dalam konferensi pers, Kamis, 29 Oktober 2020.
Selain itu, Dora mengatakan masyarakat juga mengharapkan TNI dan pasukan organik maupun nonorganik tidak ada lagi di Hitadipa. Selain trauma, masyarakat berkeyakinan bahwa Hitadipa adalah tanah suci, tanah misi gereja yang tidak boleh terjadi praktik kekerasan.
"Jadi memang bagi masyarakat sendiri, sebelum TNI itu masuk dan mulai bermarkas di Hitadipa, situasi di Hitadipa itu aman," kata Dora yang merupakan Kepala Bidang KPKC Sinode Gereja Kristen Injil (GKI) Tanah Papua.
Atas dasar itu, dan temuan bahwa ada dugaan keterlibatan anggota TNI dalam kematian Pendeta Yeremias Zanambani, maka tiga rekomendasi pun dibuat.
Yang pertama adalah meminta Presiden Joko Widodo memerintahkan Panglima TNI untuk menarik pasukan dan menghentikan operasi militer di Intan Jaya. Kedua, meminta Komnas HAM untuk segera melakukan penyelidikan atas dugaan pelanggaran HAM yang berat yang terjadi di Hitadipa.
"Yang menurut hemat kami ini cukup panjang waktunya, terorganisir, dan ini perlu memang kehadiran Komnas HAM untuk membuktikan," kata Dora.
Rekomendasi ketiga, adalah meminta kepada Gubernur Provinsi Papua untuk Pemerintah Daerah Intan Jaya untuk melakukan psikologi sosial bagi masyarakat Hitadipa yang saat ini berada dalam kondisi trauma.
Sebelumnya diketahui banyak warga Hitadipa yang mengungsi akibat konflik berkepanjangan antara TNI dengan kelompok yang disebut TNI sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB). Ketakutan penduduk memuncak setelah Pendeta Yeremias Zanambani ditemukan tewas pada 19 September 2020 lalu. Sesaat setelah pendeta dikubur, sehari setelah kematiannya, masyarakat berbondong-bondong keluar ke hutan-hutan, hingga ke kabupaten tetangga.