TEMPO.CO, Jakarta - Pengesahan Undang-Undang atau UU Cipta Kerja menimbulkan gejolak protes di sejumlah daerah karena dinilai kurang berpihak pada rakyat kecil. Banyak aksi penolakan di Jakarta hingga di daerah: ada yang berlangsung damai namun ada juga yang berakhir ricuh. Diantara mereka, ada yang ditangkap dengan tuduhan provokasi hingga tindakan anarki.
Pemerintah kemudian merangkul kelompok-kelompok kritis tersebut dengan merangkul mereka untuk ikut menyusun aturan turunannya. Kepala Staf Kepresidenan Jenderal TNI Purnawirawan Moeldoko mengklaim tidak ada yang berubah dengan gaya kepemimpinan Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Ia juga memastikan tidak ada yang berubah dengan kebebasan berpendapat.
Berikut cuplikan wawancaranya dikutip dari Koran Tempo edisi Senin 26 Oktober 2020:
Banyak yang beranggapan Presiden Jokowi mengubah pola kepemimpinannya seperti kritik yang disampaikan The Economist. Kenapa Presiden terkesan kurang mendengarkan aspirasi publik?
Bukan ujug-ujug kalau pemerintah langsung mengubah gaya kepemimpinannya. Apalagi mengubah proses demokrasi yang sudah berjalan dengan baik. Tak mungkin seorang presiden mengubah situasi kalau tak ada penyebabnya. Masalahnya, anarki bukan hanya terjadi di lapangan. Di media sosial, pembentukan opini juga terkadang tak terkontrol. Padahal belum tentu berita yang dimobilisasi itu benar. Tapi berita itu mempengaruhi psikologi banyak orang, sehingga memudahkan mereka turun ke lapangan.
Contohnya seperti apa?
Kemarin banyak yang ditangkapi polisi. Begitu diinterogasi, mereka tidak mengerti apa-apa. Mereka bilang hanya (tahu) dari media sosial. Ada sebagian yang digerakkan. Saya sudah berkomunikasi dengan Menteri Komunikasi dan Informatika soal kekhawatiran teman-teman perihal upaya represif dari pemerintah terhadap media sosial. Beliau jelaskan bahwa Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik itu sudah ada sejak 2008. Amanatnya adalah menjaga ruang digital supaya tetap bersih, sehat dan bermanfaat. Begitu aturan ditegakkan, semuanya ribut. Padahal hanya yang melanggar yang di-takedown. Itu pun setelah dilakukan uji kesahihan dan verifikasi yang detail. Tak bisa ujug-ujug.
Jadi tak ada yang berubah dari gaya kepemimpinan Jokowi?
Pada dasarnya persoalan kebebasan berpendapat tidak ada yang berubah. Tiap hari di depan Istana ada demonstrasi. Tak ada yang mengusik. Kita harus bisa membedakan antara demonstrasi dan kerusuhan. Itu dua hal yang sangat berbeda. Dalam mengelola demokrasi, kami punya kalkulasi. Demokrasi yang tidak dikelola dengan baik, ujungnya anarkis dan stabilitas terganggu.
Baca Wawancara lengkapnya di Koran Tempo edisi hari ini Senin 26 Oktober 2020.