TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mencopot Achmad Yurianto dari jabatan Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. Yuri kini menjadi Staf Ahli Menteri bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi.
"(Jadi) staf ahli menteri," kata Yuri kepada Tempo, Jumat, 23 Oktober 2020.
Mantan juru bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 ini tak menjawab ihwal sebab pencopotannya. Namun sumber Tempo yang mengetahui proses ini mengemukakan, pencopotan terkait pernyataan Yuri seputar pembatalan rencana pembelian vaksin AstraZeneca kepada media pada Kamis, 22 Oktober lalu.
Sumber ini menjelaskan, Yuri salah menyampaikan pernyataan karena pengadaan tiga kandidat vaksin, termasuk AstraZeneca tetap berlanjut. Hanya proses yang sebelumnya dilakukan Kementerian Kesehatan berpindah ke PT Bio Farma (Persero). Namun sang sumber juga menyebut pernyataan Yuri sebenarnya berpangkal dari perkara teknis pengadaan vaksin yang belum jelas benar.
Dalam keterangannya, Menkes Terawan berdalih rotasi jabatan dilakukan untuk meningkatkan kinerja dan pelayanan maksimum. "Pelantikan ini hendaklah dimaknai sebagai kepentingan organisasi, bukan sekadar penempatan figur pejabat pada jenjang jabatan dan kepentingan tertentu," kata dia.
Ada sejumlah kontroversi terkait pencopotan, pengunduran diri, hingga pengangkatan pejabat di lingkup Kementerian Kesehatan selama Terawan menjabat sebagai menteri. Berikut daftarnya.
1. Diduga Melengserkan Tujuh Pejabat Eselon 1 dan 2
Sebelum Yuri, sejumlah pejabat eselon 1 dan 2 di Kementerian Kesehatan juga beralih posisi menjadi pejabat fungsional dokter ahli. Lima orang berasal dari Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan, satu dari Sekretariat Jenderal, satu dari Badan Penelitian dan Pengembangan.
Dari Ditjen Pelayanan Kesehatan, pejabat yang beralih menjadi pejabat fungsional adalah Direktur Jenderal Bambang Wibowo, Sekretaris Ditjen Agus Hadian Rahim, Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan Tri Hesti Widyastoeti Marwotosoeko, Hadi Pranotom, dan Yuliatmoko Suryatin.
Sedangkan pejabat yang berotasi dari Sekretariat Jenderal adalah Kepala Biro Umum Desak Made Wismarini. Satu orang lagi dari Balitbang adalah Indirawati Tjahja Notohartojo.
Dalam keterangan tertulis, Terawan mengatakan pergantian, promosi, atau mutasi merupakan hal biasa. Ia berpesan kepada para pejabat fungsional yang dilantik agar berkomitmen pada tugas dan melakukan inovasi.
Seorang sumber menuturkan para pejabat yang beralih fungsi itu sebenarnya mengundurkan diri dari jabatannya lantaran tak tahan dengan tekanan kerja dari atasan. Ditjen Pelayanan Kesehatan, kata sumber tersebut, kerap menerima pesanan yang tak sesuai prosedur. Ia mengaku mendengar mereka diminta membuat laporan palsu agar menunjukkan penyerapan anggaran tinggi.
Dua sumber lain mengakui ada ketidakcocokan antara pejabat yang dirotasi dan Terawan. Mereka, kata dia, dianggap tak loyal kepada Terawan. Menurut sumber ini, tiga dari tujuh pejabat yang pindah tugas itu bukan mundur, melainkan dilengserkan.
"Mereka terlalu terbuka. Padahal Menteri maunya ditutup, khususnya soal data di Rumah Sakit Online yang menunjukkan hampir 12 ribu pasien meninggal," kata dia dikutip dari Koran Tempo edisi 16 Juli 2020.
2. Mencopot Dekan FK UPN Veteran
Terawan mencopot Prijo Sidipratomo dari posisi dekan Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta, padahal masa jabatan Prijo sebagai dekan FK UPN Veteran masih dua tahun lagi.
Melalui surat bernomor KP.02.03/Menkes/341/2020 kepada Rektor UPN, Terawan meminta pengembalian Prijo Sidipratomo yang merupakan pegawai negeri sipil Kementerian Kesehatan. Tertulis bahwa Prijo akan didayagunakan di lingkungan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian Kesehatan.
Prijo adalah mantan Ketua Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang menjatuhkan sanksi etik kepada Terawan pada Februari 2018 lalu. MKEK IDI menganggap Terawan melanggar empat prinsip kode etik kedokteran Indonesia dalam metode 'cuci otak' untuk penyembuhan stroke, salah satunya menarik bayaran dari tindakan yang belum terbukti secara medis.
MKEK IDI menjatuhkan sanksi berupa pencabutan keanggotaan IDI selama 12 bulan dan mencabut rekomendasi izin praktek Terawan. Namun, sanksi itu tak pernah dilaksanakan.
"Terus terang saya tidak tahu tentang hal itu. Yang tahu cerita sesungguhnya apakah ada kaitan atau tidak ya Bu Rektor," ucap Prijo.
3. Kontroversi Pengangkatan Anggota Konsil Kedokteran Indonesia
Tujuh asosiasi dan organisasi profesi kesehatan mengkritik Terawan terkait pengangkatan anggota Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) periode 2020-2025. Mereka menilai Terawan menabrak aturan dan melakukan penunjukan yang cacat prosedur.
Ketua Umum Persatuan Dokter Gigi Indonesia, Sri Hananto Seno, menilai Terawan menunjuk orang-orang dekatnya menjadi anggota KKI. "Melakukan rekrutmen tidak prosedural, main tunjuk kroni-kroninya yang mendukung," kata Seno kepada Tempo, Kamis, 20 Agustus 2020.
Seno tak merinci siapa kroni yang dia maksud. Namun berdasarkan catatan Tempo, sejumlah nama ditengarai memiliki kedekatan dengan Terawan. Salah satunya adalah Bachtiar Murtala, yang ditunjuk menjadi wakil MKKI.
Bachtiar adalah promotor disertasi Terawan yang berjudul "Efek Intra Arterial Heparin Flushing terhadap Cerebral Flood Flow, Motor Evoked Potensials, dan Fungsi Motorik pada Pasien Iskemik". Disertasi itu diujikan di Universitas Hasanuddin, Makassar, pada 8 Mei 2016.
Namun sejumlah dokter menilai disertasi yang membahas IAHF alias 'cuci otak' itu tak memenuhi syarat uji klinis sebagai metode penyembuhan stroke. Metode IAHF ini juga dipraktikkan Terawan di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto.
Pada 2018, Majelis Kehormatan Etik Kedokteran IDI menjatuhkan sanksi etik memecat Terawan. Namun sanksi itu tak pernah dijalankan.
Kepada Tempo, Bachtiar mengaku diminta oleh seorang staf di Kementerian Kesehatan untuk mengikuti seleksi calon anggota KKI. Ia tak menampik saat ditanya apakah yang memintanya itu staf Terawan. "Saya kira begitu," kata Bachtiar, Jumat, 21 Agustus 2020.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes Widyawati mengatakan, Menteri Kesehatan berwenang mengusulkan anggota KKI yang memenuhi syarat kepada Presiden.
Kewenangan ini diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 81 Tahun 2019. Peraturan ini merupakan hasil revisi yang dilakukan setelah Terawan dilantik menjadi Menteri Kesehatan pada Oktober 2019 lalu.
"MK (Menteri Kesehatan) mengusulkan calon anggota KKI yang memenuhi persyaratan kepada Presiden dengan tetap mempertimbangkan keterwakilan masing-masing unsur," kata Widyawati kepada Tempo, Jumat, 21 Agustus 2020.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dkk menyatakan nama-nama anggota KKI yang baru bukanlah calon yang mereka usulkan. Wakil Ketua Umum PB IDI Slamet Budiarto mengatakan, usulan dari organisasinya dicoret semua.
"Ini baru pertama kali, selama Menkes baru pertama kali ini," kata Slamet pada Rabu, 19 Agustus 2020.
BUDIARTI UTAMI PUTRI | FRISKI RIANA | KORAN TEMPO