TEMPO.CO, Jakarta - Memperingati momentum setahun Jokowi - Ma'ruf, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan atau KontraS merilis catatan atas kinerja pemerintahan selama setahun terakhir. KontraS melihat, pemerintahan Jokowi - Ma'ruf semakin menunjukkan kegagalannya dalam memberikan perlindungan dan pemenuhan Hak Asasi Manusia atau HAM.
"Selain resesi ekonomi yang sudah di depan mata, Indonesia juga sedang berada dalam ancaman resesi demokrasi, yang prosesnya sudah berlangsung sejak lama," kata Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti, dalam keterangan pers secara daring, Senin, 19 Oktober 2020.
Fatia mengatakan, resesi atau penurunan terhadap kondisi demokrasi di Indonesia diakibatkan oleh beberapa aspek. Di antaranya, yakni penyempitan ruang masyarakat sipil, budaya kekerasan, pelibatan aparat keamanan, pertahanan dan intelijen pada urusan-urusan sipil, serta minimnya partisipasi publik dalam implementasi proses demokrasi.
Setahun pertama pemerintahan Jokowi, serangkaian langkah dan kebijakan mendapat komentar minor dari masyarakat. Hal ini jelas terlihat dari keputusan Jokowi dengan kembali menunjuk dan memberikan kursi jabatan strategis kepada figur-figur yang diduga terlibat dalam kasus pelanggaran HAM berat. "Jokowi kembali memperbolehkan atau menyetujui diangkatnya eks Tim Mawar dan beberapa pernyataan yang menyalahi hukum," kata Fatia.
KontraS juga menyoroti pelanggaran HAM melalui sejumlah kebijakan yang merugikan publik, seperti UU Cipta Kerja dan Surat Telegram Kapolri yang dianggap sangat kontraproduktif. Selain itu, maraknya angka kekerasan, perampasan tanah, kerusakan lingkungan, serta beragam bentuk pelanggaran HAM makin marak terjadi di Papua.
Lebih lanjut, pemerintahan Jokowi-Maruf dalam setahun terakhir memberikan keleluasaan yang besar kepada lembaga-lembaga pertahanan dan keamanan untuk memperluas ruang lingkup dan pengaruhnya terhadap sipil. "Situasi pandemi dijadikan dalih untuk memperluas tugas dan fungsi aparat keamanan," tandas Fatia.
YEREMIAS A. SANTOSO