TEMPO.CO, Jakarta - Dosen Hukum Lingkungan Universitas Gajah Mada Totok Dwi Diantoro menganggap Undang-Undang atau UU Cipta Kerja ambisius dan tidak masuk akal. Hal itu disebabkan upaya para pengusung UU tersebut memformulasikan lebih dari 70 UU ke dalam satu wadah yang kemudian diberikan justifikasi sebagai metode omnibus law.
“Yang kita tahu UU Cipta kerja orientasinya berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi dan bagaimana menarik investasi setinggi-tingginya. Melihat orientasi ini, sesungguhnya kalau kita mau cara sederhana ya, tidak usah baca saja kita ngerti,” ujar dia dalam webinar pada Selasa, 13 Oktober 2020.
Dia menyoroti salah satu konsekuensi dari dibentuknya omnibus law Cipta Kerja. Yaitu persoalan lingkungan dan Sumber Daya Alam, termasuk UU Lingkungan Hidup No. 32 tahun 2009 yang mengalami perubahan.
Konsekuensi perubahan UU tersebut, ujar dia, yaitu upaya menarik investasi setinggi-tingginya dan pertumbuhan ekonomi bisa didorong secepat mungkin. “Konsekuensi dipoles dalam rangka untuk menyesuaikan orientasi dari UU ini,” ungkap Totok.
Karena itu, kata dia, beberapa hal yang dianggap hambatan oleh para pengusung UU itu harus dieleminasi atau diturunkan sedemikian rupa. Sehingga tak menjadi hambatan dalam kepentingan investasi.
MUHAMMAD BAQIR