Usulan Pusat Pemilihan antara lain adanya alat templet untuk pemilih tunanetra. Templet ini berupa karton tipis berhuruf braile yang menyebutkan nama calon legislator. Surat suara tinggal di masukkan di bawah templet. “Sehingga pemilih tunanetra bisa mengetahui calon yang akan dipilih,” kata Heppy di Kantor Komisi Pemilihan Umum, Jakarta, Selasa (7/10).
Ketua Komisi, Abdul Hafiz Anshary, dan dua anggota Komisi, Endang Sulastri dan Syamsulbahri, ikut menemui perwakilan Pusat Pemilihan. Hadir juga Sekretaris Jenderal Komisi Pemilihan, Suripto Bambang Setyadi.
Templet, kata Heppy, cukup untuk surat suara calon anggota Dewan Perwakilan Daerah. Pasalnya, calon anggota DPD sama di satu provinsi. Sehingga hanya diperlukan 33 jenis templet.
Pusat Pemilihan juga meminta Komisi menyiapkan surat pernyataan pendampingan. Surat pernyataan ini menjadi bukti yang menyatakan si pendamping akan merahasiakan pilihan si penyandang cacat dan tidak memanipulasi pilihan.
Surat pernyataan ini digunakan oleh penyandang cacat untuk memilih calon anggota DPR dan DPRD. Penyandang cacat bisa menunjuk pendampingnya dalam menggunakan hak pilih.
Usulan lain, tempat pemungutan suara berada di lokasi yang tak berumput atau dipisahkan oleh parit, tak berundak-undak, dan rata. Kondisi ini akan memudahkan penyandang cacat berkursi roda melintas. “Kalau tidak, mereka harus digendong supaya bisa sampai di TPS,” tandasnya.
Sekretaris Jenderal Komisi, Suripto Bambang Setyadi, mengatakan lembaganya bersedia memenuhi permintaan penggunaan templet. Hanya saja, Komisi juga meminta Pusat Pemilihan memberikan data penyebaran penyandang cacat.
Data ini akan memudahkan Komisi untuk menentukan pengadaan templet di tempat pemungutan suara. “Kami juga setuju untuk pengadaan surat pernyataan pendampingan,” katanya.
Pramono