TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Corruption Watch dan Lokataru mengusulkan agar Ketua Mahkamah Agung Muhammad Syarifuddin membentuk tim internal untuk menginvestigasi dugaan keterlibatan pihak MA dalam kasus Nurhadi. Pembentukan tim ini dinilai perlu dilakukan untuk membantu upaya Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK dalam menyelidiki perkara ini.
“Ketua Mahkamah Agung segera membentuk tim investigasi internal untuk menyelidiki lebih lanjut perihal keterlibatan oknum lain dalam perkara yang melibatkan Nurhadi,” kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana lewat keterangan tertulis, Senin, 21 September 2020.
Kurnia mengatakan posisi Nurhadi sebagai Sekretaris Mahkamah Agung kala itu sebenarnya tak berhubungan langsung dengan penanganan perkara di MA. Maka itu, patut diduga ada pihak lain yang memiliki kewenangan menangani perkara yang terlibat kasus ini.
Kurnia mengatakan koordinasi antara KPK dan MA dalam pengusutan kasus ini masih buruk. Koordinasi buruk itu, kata dia, terlihat kala KPK memanggil sejumlah Hakim Agung untuk diperiksa. Saat itu, kata dia, MA berdalih bahwa pemanggilan hakim agung mesti atas seizin Ketua MA. Menurut Kurnia, MA menunjukan sikap resisten terhadap penegakan hukum. “Tidak tepat dalih itu digunakan untuk menghindari proses hukum,” kata dia.
Selain itu ICW dan Lokataru juga sempat mengirimkan dua kali surat pada Juli sampai September, namun tak pernah digubrins. Hal ini, kata dia, menunjukan MA menutu diri dari koreksi publik.
KPK menetapkan Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono menjadi tersangka suap dan gratifikasi di pengurusan perkara di MA. Mereka diduga menerima suap Rp 46 miliar dari Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal, Hiendra Soenjoto terkait pengurusan perkara perdata di MA. KPK juga berencana menjerat Nurhadi dengan pasal pencucian uang.