TEMPO.CO, Jakarta - Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan menyayangkan tindakan anarkis yang dilakukan oleh para nelayan saat menggelar aksi unjuk rasa di Pulau Kodingareng, Makassar. Polisi menyebut para polisi ini melempar bom molotov ke kapal pengeruk pasir laut 'Queen Off Netherland' untuk proyek Makassar New port.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan Komisaris Besar Ibrahim Tompo mengatakan bahwa aksi protes tersebut sebenarnya sudah sering terjadi.
“Namun disayangkan kenapa mesti melanggar pidana. Untuk itu sebaiknya jika ada aksi unjuk rasa sebaiknya jangan anarkis yang menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban, serta pelanggaran hukum,” ucap Tompo saat dihubungi pada Ahad, 13 September 2020.
Polisi berharap masyarakat memahami Makassar New Port adalah proyek strategis nasional yang merupakan proyek untuk kepentingan masyarakat yang lebih luas.
“Jadi tolonglah dipahami bahwa apa yang dilakukan aparat Polairud ini adalah upaya penegakan hukum guna mencegah gangguan kamtibmas, apalagi ini (Makassar New Port) proyek strategis nasional," kata Tompo. Polisi pun telah membebaskan mereka yang ditangkap.
Sementara itu, Lembaga Bantuan Hukum Makassar menyatakan tak mengetahui ihwal ada dugaan pelemparan bom molotov oleh para nelayan penolak penambangan pasir seperti yang dikatakan kepolisian.
Menurut anggota LBH Makassar, Edy Kurniawan, kepolisian menangkap 7 nelayan, 1 mahasiswa aktivis lingkungan, dan 3 jurnalis dari pers mahasiswa, saat mereka dalam perjalanan pulang selesai aksi.
"Adapun foto-foto percikan api d atas kapal, kami duga terjadi saat aksi berlangsung di lokasi tambang dan polisi belum ada di lokasi saat aksi. Itu pun kami belum bisa pastikan apa benar penyebab itu adalah molotov dan siapa pelakunya," ucap Edy saat dihubungi pada Ahad, 13 September 2020.
Kendati demikian, LBH Makassar, kata Edy, akan melakukan investigasi secara mandiri soal keterangan adanya bom molotov.