TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Kota Surabaya, Jawa Timur, bakal memberlakukan sanksi denda bagi para pelanggar protokol Covid-19. Kepala Badan Penanggulangan Bencana (BPB) Linmas Kota Surabaya Irvan Widyanto mengatakan saat ini masih terus membahas mekanisme dan aturan pemberlakuan denda bagi pelanggar protokol kesehatan, termasuk kemungkinan perubahan Perwali Nomor 33 Tahun 2020.
"Jadi, sekarang ini terus kami matangkan soal sanksi denda itu," kata Irvan, Jumat, 11 September 2020. Ia memastikan bahwa pemberlakuan sanksi denda bagi pelanggar protokol Covid-19 sudah diatur dalam Inpres dan Pergub, sehingga sangat memungkinkan untuk menerapkan aturan itu di Kota Surabaya.
"Kami libatkan semua pihak untuk membahas aturan tersebut, sehingga diharapkan aturan ini bisa tepat sasaran dan dapat efektif dalam mencegah penyebaran Covid-19 di Kota Surabaya," ujar Irvan.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini atau akrab disapa Risma sebelumnya mengatakan Pemkot sedang melakukan kajian terkait mekanisme sanksi denda bagi warga yang melanggar protokol kesehatan, seperti penggunaan masker. "Untuk nominalnya denda juga lagi kita bahas. Kemudian mekanismenya seperti apa, termasuk mekanisme untuk masuk ke kas daerah. Biasanya denda itu dibawa ke pengadilan terlebih dahulu. Baru setelah itu ditransfer ke Pendapatan Asli Daerah (PAD)," tutur Risma.
Meski demikian, Risma sedang memikirkan bagaimana mekanisme sanksi yang bakal diberlakukan terhadap pelanggar protokol yang belum memiliki kartu tanda penduduk (KTP), baik itu kepada anak-anak maupun warga yang usianya di bawah 17 tahun.
Baca Juga:
Ia menyatakan pemberlakuan denda dipastikan akan benar-benar berlaku di Kota Pahlawan. "Ini masih kita rapatkan. Tetapi yang jelas pasti (diterapkan)," kata Risma.
Wali kota perempuan pertama di Surabaya itu menilai, disiplin protokol kesehatan itu sangatlah penting agar ekonomi di Surabaya segera kembali normal. Meski saat ini ekonomi perlahan sudah kembali bergerak, namun hal itu berimbas pada menurunnya daya beli masyarakat. Hal itu dapat berdampak pula di kemudian hari pada menurunnya produktivitas industri atau usaha.
"Lalu kemudian mereka menutup perusahaannya. Dampaknya akan semakin banyak pengangguran baru. Ini harus kita antisipasi supaya Surabaya tetap kondusif," ujar Wali Kota Risma.