TEMPO.CO, Jakarta - Penyanyi Edo Kondologit menceritakan kronologis kematian iparnya, George Karel Rumbino alias Riko di Kepolisian Resor Kota Sorong, Papua Barat. Pemuda 21 tahun itu meninggal kurang dari 24 jam setelah diserahkan ke pihak Polres Sorong oleh keluarga.
"Kami menolak dengan keras polisi mencuci tangan. Polisi bertanggung jawab karena tahanan dalam Polres," kata Edo kepada Tempo, Ahad, 30 Agustus 2020.
Edo mengatakan, kejadian bermula saat seorang perempuan tetangga mereka di Pulau Doom, Sorong, Papua Barat, ditemukan meninggal pada Rabu malam, 26 Agustus 2020. Perempuan tersebut diduga dirampok dan dibunuh.
Menurut Edo, pihak keluargalah yang kemudian menyerahkan Riko, yang diduga terlibat dalam perkara itu, kepada polisi. Riko ditengarai berada di bawah pengaruh minuman keras dan narkoba. Di bawah tempat tidurnya juga ditemukan telepon seluler dan charger milik korban.
"Berdasarkan itu Bapak mertua ngomong sama dia, 'e Riko kayaknya kau terlibat ini'. Lalu Mama mantu datang, 'kau bersalah harus diproses'. Jadi mama tua ini dengan besar hati tidak mau lindungi anaknya," kata Edo.
Riko kemudian dibawa ke Polresta Sorong pada Kamis, 27 Agustus pagi. Keesokan harinya, keluarga menerima kabar dari polisi bahwa Riko sudah meninggal.
Edo mengatakan, menurut informasi yang mereka terima, Riko sudah meninggal sejak Kamis malam. Ia mengatakan, Riko diduga sudah dipukuli dan dianiaya sejak dari mobil yang membawanya ke Polres. Setibanya di Polres, kata Edo, Riko diduga juga dipukuli dan dianiaya tahanan lain.
"Karena dia kesakitan dia mungkin lari dari tempat dia dianiaya itu keluar, dia masih dalam lingkungan Polres, dia ditangkap dan ditembak sama polisi di kaki kiri dan kaki kanannya, padahal dalam Polres, dalam keadaan tangan diborgol," kata Edo.
Setelah itu, Edo melanjutkan, Riko dibawa ke Rumah Sakit Mutiara, Sorong. Kata Edo, proyektil peluru di kaki Riko dikeluarkan. Namun setelahnya Riko kembali dibawa ke tahanan. Di tahanan Riko diduga kembali dipukuli hingga meninggal.
Pria kelahiran Sorong ini mengatakan, polisi tak bisa lepas tangan dan beralasan meninggalnya Riko karena dipukuli tahanan lain. Ia mengatakan polisi mestinya melindungi dan bukan malah membiarkan peristiwa itu terjadi.
"Dalam keadaan luka begitu, dari pagi tidak makan, dimasukin di tahanan. Dipukul diinjak sampai mati, makanya saya marah sekali. Tugasnya polisi apa, tugasnya melindungi, bukan membunuh," ujar Edo.
Edo mengatakan ia dan keluarga menuntut peristiwa ini diusut. Ia mengatakan Riko belum bisa dinyatakan bersalah dan tak boleh dihakimi sebelum adanya putusan pengadilan. Apalagi keluarga sudah dengan besar hati menyerahkan Riko untuk diproses hukum.
Menurut mantan calon legislatif dari Partai Demokrasi Indonesia perjuangan ini, peristiwa ketidakadilan hukum semacam ini sudah terlalu lama dipendam oleh masyarakat Papua.
"Kalau orang Papua ke polisi tidak selamat pulang, kebanyakan harus jadi korban, dan ini tidak pernah transparan, selalu ditutup-tutupi," ucap Edo.
Edo mengaku sudah menghubungi Wakil Kepala Kepolisian Daerah Papua Barat Brigadir Jenderal Mathius Fakhiri untuk melaporkan peristiwa yang menimpa iparnya itu. Menurut Edo, Mathius berjanji akan ada tim dari Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) yang turun mengusut kejadian itu.
Kepala Kepolisian Daerah Papua Barat Brigadir Jenderal Tornagogo Sihombing mengaku sudah mendengar informasi peristiwa meninggalnya ipar Edo Kondologit itu. Namun ia enggan terlalu banyak berkomentar.
Menurut Tornagogo, tim dari Direktorat Reserse Kriminal Umum dan Divisi Profesi dan Pengamanan Polda Papua Barat akan turun ke Sorong pada Senin besok, 31 Agustus 2020. Tim akan melakukan penyelidikan menyeluruh terkait kejadian itu.
Tornagogo mengatakan ada perbedaan versi cerita yang beredar dengan yang dia terima. Namun ia enggan mengungkapkan seperti apa informasi versi yang dia terima.
"Kami dalami nanti, kita tunggu hasilnya nanti. Saya ingin tahu dari Propam seperti apa," kata Tornagogo kepada Tempo, Ahad, 30 Agustus 2020.