TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengaku kaget dengan adanya isu pendidikan wajib militer bagi mahasiswa.
"Ini kaget saya waktu mendengarnya, karena beberapa diskusi (dengan Kemenhan, red) yang sebelumnya terjadi itu, tidak membahas wajib militer sama sekali," ujar Nadiem saat melakukan siaran langsung di akun Instagramnya @nadiemmakarim, Rabu, 26 Agustus 2020.
Menurut Nadiem, Kemendikbud hanya membahas soal program Kampus Merdeka dengan Kemenhan. Dalam diskusi itu, kata Nadiem, membahas rencana membebaskan mahasiswa mengikuti pelatihan-pelatihan sesuai dengan minat masing-masing dan tidak ada paksaan alias voluntary.
"Kalau ingin, misalnya, mengikuti pelatihan perwira atau leadership military, intelijen atau pelatihan lainnya selama satu semester, ya itu baik. Begitu opini saya. Tapi, enggak pernah ada diskusi soal wamil. Saya belum mengetahui isu itu dan tentunya belum mengambil keputusan apapun," ujar Nadiem.
Sebelumnya, Wakil Menteri Pertahanan Sakti Wahyu Trenggono juga telah meluruskan bahwa tidak ada wajib militer di kampus. Kemenhan hanya menggodok program bela negara untuk mahasiswa yang sifatnya sukarela. Program ini, kata Trenggono, rencananya akan diselipkan sebagai mata kuliah yang bisa diambil selama satu semester oleh para mahasiswa.
Peneliti Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Wahyudi Djafar, menilai usulan pendidikan militer selama 1 semester bagi mahasiswa dari Kementerian Pertahanan tidak diperlukan. Ia mengusulkan pemerintah lebih baik mengevaluasi kurikulum pendidikan kewarganegaraan yang selama ini diselipkan pelajaran soal bela negara.
"Lebih baik ditinjau ulang apakah sudah optimal tanpa perlu menambah materi baru dalam konteks kemiliteran," kata Wahyudi saat dihubungi Tempo, Senin, 17 Agustus 2020.
DEWI NURITA | EGI ADYATAMA