TEMPO.CO, Jakarta - Analisis Drone Emprit and Kernels Indonesia mencatat akun yang mengkritik kampanye tagar Indonesia butuh kerja lebih populer di media sosial. Tren tersebut terlihat dari data yang dikirimkan pendiri dan analis Drone Emprit, Ismail Fahmi kepada Tempo.
"Yang meramaikan hashtag Indonesia butuh kerja justru yang kontra," kata Fahmi ketika dihubungi, Ahad, 16 Agustus 2020.
Analisis Drone Emprit selama tujuh hari mulai 9-16 Agustus mencatat ada 6.243 unggahan terkait #Indonesiabutuhkerja. Perbincangan terbanyak terjadi di Twitter (5.847) disusul berita online (233), dan Instagram (163).
Di Twitter, tagar tersebut mulai terlihat pada 10 Agustus, menanjak pada 13 Agustus dengan 547 mentions, menjadi 1.311 mentions pada 14 Agustus, mencapai puncak kurva pada 15 Agustus dengan 3.516 mentions, lalu menurun ke angka 399 mentions pada 16 Agustus. Adapun kurva perbincangan tagar #Indonesiabutuhkerja di media online dan Instagram cenderung datar.
Kemudian, lima akun Twitter yang paling populer dalam isu ini ialah Winner Wijaya (@wwwWINNERrrr), Budi Setyarso (@BudiSetyarso), Ardhito Pramono (@ardhitoprmn), NephiLaxmus (@NephiLaxmus), dan Kanopi Bengkulu (@kanopimedia).
Cuitan Winner, NephiLaxmus, dan Kanopi Bengkulu pun bernada mengkritik #Indonesiabutuhkerja dan Rancangan Undang-undang atau RUU Cipta Kerja.
Di posisi keenam akun terpopuler, baru ada akun El Diablo (@xdigeeembok) yang menyampaikan narasi membantah pengakuan Ardhito Pramono dan pemberitaan Koran Tempo.
Adapun di Instagram, sepuluh unggahan paling banyak disukai ialah yang bernada kontra #Indonesiabutuhkerja dan menolak omnibus law. Sepuluh unggahan itu berasal dari akun @kolektifa (delapan unggahan), @indonesiafeminis, dan @bangsamahasiswa.
Akun-akun tersebut menggunakan tagar tolak omnibus law, gagalkan omnibus law, jegal omnibus law, dan sebagainya. "Kami melihat bahwa pola gerakan kontra omnibus jauh lebih besar ketimbang yang pro," kata Fahmi.