TEMPO.CO, Jakarta - Pencairan dana Maria Pauline Lumowa, tersangka kasus pembobolan Bank BNI lewat L/C fiktif dibantu orang lain. Bekas napi Richard Kountul diketahui telah menandatangani sejumlah dokumen untuk Maria Pauline Lumowa.
"Kemudian pada 13 Juli 2003, PT MT mencairkan L/C sebesar 4,8 juta euro dan dikonversi ke dolar AS dan mentransferkan ke dua perusahaan, yaitu PT APB dan PT OMI atas perintah MPL selaku pemilik perusahaan," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Awi Setiyono di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa 29 Juli 2020.
Saat terjadi kasus pembobolan kas BNI lewat L/C fiktif, Richard merupakan Direktur PT MT. Awi menyebut bahwa dalam waktu dekat, penyidik Bareskrim akan memeriksa Richard terkait dengan penunjukan dirinya sebagai Direktur PT MT. Dia akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Maria.
"Kami juga akan mengkonfirmasi surat pernyataan serta memperdalam peran tersangka (MPL)," katanya.
Selain itu penyidik juga akan memeriksa tiga bank swasta terkait dengan aliran dana L/C fiktif. Maria Pauline Lumowa diketahui mengendalikan delapan perusahaan di bawah Grup Gramarindo. Grup Gramarindo diketahui sudah mengajukan 40 slip L/C ke Bank BNI senilai 76,943 juta dolar AS dan 56.114.446.50 euro.
Dalam kasus Maria, penyidik Bareskrim hingga saat ini telah memeriksa 14 saksi termasuk Adrian Herling Waworuntu. Adrian saat ini berstatus sebagai narapidana di Lapas Pondok Rajeg, Cibinong, Jawa Barat.
Penyidik Polri juga berkoordinasi dengan Jampidsus Kejaksaan Agung dan Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati DKI Jakarta dalam mengusut kasus pembobolan bank tersebut.
Sebelumnya, dalam kasus pembobolan kas Bank BNI cabang Kebayoran Baru lewat Letter of Credit (L/C) fiktif senilai Rp1,2 triliun ini, polisi menetapkan 16 orang sebagai tersangka termasuk Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.
Adrian dan 14 orang lainnya telah menjalani hukuman. Sementara Maria melarikan diri ke luar negeri selama 17 tahun.
Sejauh ini, penyidik telah menyita aset-aset milik tersangka Maria Pauline senilai Rp132 miliar. Pencarian dan penyitaan aset dilakukan selama Maria Pauline kabur ke luar negeri.
Penyidik berusaha menangani dan menuntaskan kasus ini sesegera mungkin mengingat kasus akan dinyatakan kedaluwarsa pada Oktober 2021.
Atas perbuatannya, Maria Lumowa dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman pidana seumur hidup dan Pasal 3 ayat (1) UU Nomor 25 Tahun 2003 Tentang TPPU.