TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah orang tua di Kota Kupang Nusa Tenggara Timur mengeluhkan mengenai proses belajar di rumah lewat daring. Mereka menilai bahwa materi belajar daring yang diberikan guru sangat banyak dan membebani anak.
Canza Liza Dewi Purba, salah satu orang tua siswa bercerita bahwa anaknya yang saat ini berada di bangku sekolah dasar (SD) kelas II, setiap hari harus mengerjakan tugas. Anaknya juga selalu mendapatkan materi dari wali kelasnya dalam jumlah yang banyak.
"Akibatnya anak lebih banyak jenuhnya, kemudian juga susah diatur," kata Dewi, Senin, 27 Juli 2020.
Meski materi dan pekerjaan rumah diberikan secara daring, kata Dewi, namun pengumpulan pekerjaan rumah tetap dilakukan manual. Orang tua harus datang ke sekolah untuk mengumpulkannya.
Sementara ujian sekolah tetap dijadwalkan, yakni setiap hari Sabtu, untuk menguji kemampuan anak selama sepekan mendapatkan materi yang dikirim oleh guru atau wali kelasnya.
Meski begitu, Dewi menilai belajar di rumah jauh lebih baik dibandingkan anaknya harus ke sekolah. "Dan saya lebih memilih anak saya belajar di rumah saja, dari pada harus belajar di sekolah di tengah pandemi ini," ujarnya.
Hal yang sama disampaikan oleh Giran Bere. Ia mengaku tak mengizinkan anaknya belajar di sekolah karena bahaya Covid-19 masih ada.
"Saya lebih memilih anak saya belajar di rumah saja. Apalagi lagi salah satu anak saya juga ada sakit asma dan paru-paru. Lebih baik menjaga dan dari pada harus membebaskan sekolah," kata Giran.
Kebijakan belajar di rumah diambil untuk menghindari penyebaran Covid-19 di sekolah. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan hanya mengizinkan belajar tatap muka untuk sekolah yang berada di zona hijau.