TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Pemerintah Provinsi Jawa Tengah untuk segera membereskan 66 persen dari total aset yang belum bersertifikat.
“Oleh karena itu, kolaborasi antara pemda, BPN, dan BUMN terkait, menjadi penting. Supaya aset-aset daerah dan BUMN, yang umumnya berupa bidang tanah, dapat segera dibereskan dan memiliki sertifikat,” kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango melalui keterangan tertulis pada Selasa, 14 Juli 2020.
Menurut Nawawi, jika aset-aset daerah dan BUMN terus dibiarkan tidak terurus, akan semakin membuka ruang bagi munculnya perilaku korup oleh aparat. Berdasarkan data yang dihimpun KPK sejak 2019 hingga Juni 2020, total ada 36.019 bidang tanah milik Pemerintah Daerah di Jawa Tengah yang sudah bersertifikat. Sedangkan, dalam kurun Januari – Juni 2020 tercatat 2.135 bidang tanah yang telah bersertifikat dengan nilai mencapai Rp 1.2 Triliun.
Selain itu, kata Nawawi, untuk program sertifikasi tanah Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 500 kV jalur Utara Jawa PT PLN (Persero) Unit Induk Pembangunan (UIP) Jawa Bagian Tengah II, KPK menerima laporan bahwa sebanyak 609 bidang tanah dari 1.340 berkas aset yang diserahkan PT PLN (Persero) ke BPN, telah bersertifikat.
KPK pun merekomedasikan empat poin terkait program sertifikasi tanah, yakni agar segera membentuk tim gabungan dan kesepakatan kerja sama antara pemda di wilayah Jateng dan Kantor Pertanahan BPN setempat.
“Tim gabungan ini yang akan melakukan verifikasi dan validasi aset tanah yang akan disertifikasi. Sementara, pemda menyediakan anggaran untuk sertifikasi, dan membuat target sertifikasi tanah pada tahun 2020,” ujar Nawawi.
Menanggapi Nawawi, Gubernur Provinsi Jawa Tengah Ganjar Pranowo, mengatakan akan segera mencari solusi terkait pengelolaan aset-aset daerah tersebut. Tercatat ada 2.770 aset yang belum bersertifikat.
“Yang terdiri atas 950 bidang saluran irigasi, 1.352 jembatan, dan 468 jaringan jalan,” ucap Ganjar.
Sementara itu, Wakil Menteri ATR/BPN Surya Tjandra, menyampaikan bahwa perbaikan tata kelola aset bidang tanah memang tidak mudah. Maka itu, kata Surya, diperlukan koordinasi dan kolaborasi untuk membenahi. Aset negara dan daerah yang mencapai nilai ribuan triliun Rupiah, menurut dia, bisa diselamatkan dengan upaya perbaikan ini.
“Kerumitan dalam perbaikan aset dapat muncul biasanya bila ada keterlibatan oknum orang dalam di BPN, di internal pemda, atau di BUMN itu sendiri. Persoalan bisa meluas menjadi konflik agraria yang memunculkan unsur politik, ekonomi, dan sosial di dalamnya. Kerumitan lainnya adalah waktu yang dibutuhkan untuk perbaikan relatif lama, yang makin lama, makin rumit,” ujar Surya.