TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) menilai Peraturan Presiden baru tentang Kartu Prakerja yang diteken Presiden Joko Widodo atau Jokowi belum menyelesaikan sengkarut program tersebut. MAKI menganggap aturan itu justru terkesan melegalkan penyimpangan.
"Terkesan melegalkan dugaan penyimpangan karena tidak membenahi dugaan kesalahan yang telah terjadi," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman, Ahad, 12 Juli 2020.
Menurut Boyamin, Perpres baru itu tidak tegas menyatakan bahwa pengadaan kartu prakerja harus berpedoman pada pengadaan barang dan jasa yang transparan, kompetitif, dan tidak terjadi monopoli. Dia menilai Perpres itu juga tidak mengatasi adanya dugaan konflik kepentingan antara platform digital dan penyedia pelatihan. "Perpres baru hanya seakan-akan telah melakukan pembenahan namun tidak menyentuh hal yang substantif," kata dia.
Perpres baru Prakerja diteken Jokowi pada 7 Juli 2020. Dalam Perpres Nomor 76 Tahun 2020 tentang Pengembangan Kompetensi Kerja Melalui Program Kartu Prakerja itu terjadi perubahan perihal platform digital yang menjadi mitra proyek ini. Di dalam pasal 31 A aturan baru tersebut diatur mengenai pemilihan platform digital dan lembaga pelatihan tidak termasuk dalam lingkup pengaturan barang dan jasa pemerintah.
MAKI sempat melaporkan dugaan penyimpangan Kartu Prakerja ke KPK. Salah satu yang disoroti MAKI ialah pemilihan platform digital yang tidak dilakukan lewat lelang terbuka.
Mengenai pemilihan mitra, KPK merekomendasikan agar pemerintah meminta opini hukum Jaksa Agung Muda Tata Usaha Negara tentang kerja sama delapan platform digital dalam program Kartu Prakerja termasuk Penyediaan Barang dan Jasa Pemerintah atau bukan.