TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendesak pemerintah untuk meratifikasi Optional Protocol to The Convention Against Torture (OPCAT) sebagai buntut dari insiden penganiayaan yang dilakukan oleh anggota polisi kepada warga sipil bernama Sarpan di Medan.
"Tindakan penyiksaan tidak boleh ditolerir agar tidak terus berulang. Maka dari itu, sudah saatnya pemerintah untuk meratifikasi OPCAT untuk memperkuat implementasi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998," ujar Wakil Ketua Komnas HAM Amiruddin melalui keterangan tertulis pada Sabtu, 11 Juli 2020.
Sarpan mengaku menjadi korban penyiksaan saat berada di sel tahanan Polsek Percut Sei Tuan, Medan. Sarpan dipaksa untuk mengakui bila dirinya adalah pelaku pembunuhan terhadap Dodi Somanto, 41 tahun.
Padahal, korban justru merupakan saksi dari pembunuhan tersebut. Tersangka pelaku pembunuhan berinisial A pun sudah ditamgkap. Akibat peristiwa itu, Sarpan menderita luka di sekujur tubuh dan wajahnya.
Komnas HAM, kata Amiruddin, juga mendesak Kepala Kepolisian RI Jenderal Idham Azis memghukum anggota yang terbukti menyiksa dan atasan pelaku. "Agar praktik penyiksaan oleh anggota polisi tidak terus berulang,' kata Amiruddin.
Berdasarkan catatan dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), penyiksaan oleh polisi masih mendominasi jumlah kasus terbanyak, yakni 48 kasus. Hasil itu didapat melalui survei yang dilakukan sejak Juni 2019 hingga Meo 2020.
Sementara data Amnesty International Indonesia memperlihatkan, sepanjang Juni 2019 hingga Juni 2020, terdapat setidaknya 56 kasus penyiksaan terhadap tahanan dengan 87 korban. Sebagian besar penyiksaan ini dilakukan polisi, yakni mencapai 45 kasus dengan jumlah korban 69 orang.