TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md mengatakan pemerintah masih membahas draf Peraturan Presiden tentang pelibatan TNI dalam mengatasi terorisme. Menurutnya, hal itu adalah amanat undang-undang yang bahwa TNI dilibatkan dalam penanganan aksi terorisme.
"Karena itu amanat undang-undang kita sekarang mengolahnya agar menjadi proporsional. Karena dulu memang pikirannya terorisme itu adalah lebih ditekankan sebagai tindak pidana. Tindak Pidana itu artinya hukum maka namanya Undang-Undang Tindak Pidana Terorisme," ujar Mahfud dalam keterangan tertulis, Rabu, 7 Juli 2020.
Namun, kata Mahfud, tindak pidana saja tidak cukup karena ada hal-hal di mana TNI harus terlibat di dalam skala, jenis kesulitan, situasi, dan dalam objek tertentu.
"Itu sekarang sedang disiapkan. Kami harus membuat itu, mudah-mudahan dalam waktu tidak lama bisa selesai,” kata dia.
Ia mengatakan pemerintah masih terus mengkaji hal tersebut. Ia pun mengatakan hal ini akan diselesaikan secepatnya. "Tinggal penyerasian beberapa hal agar semua berjalan baik," ujar Mahfud.
Perpres Pelibatan TNI Mengatasi Terorisme merupakan tindak lanjut dari Undang-Undang nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Dalam pasal 43 I ayat 1, disebutkan bahwa tugas TNI dalam mengatasi aksi terorisme merupakan bagian dari operasi militer selain perang. Pada ayat 3, disebutkan bahwa ketentuan soal pelibatan TNI ini diatur dalam Perpres.
Sejak tahun lalu, rencana pembuatan Perpres ini telah mendapat tentangan. Pelibatan TNI tetap dianggap tak relevan dengan Undang-Undang TNI dan berbahaya bagi penegakkan hukum dan HAM di Indonesia.
Koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari sejumlah lembaga yang fokus pada isu hak asasi manusia menilai aturan itu memberikan mandat yang luas dan berlebihan kepada TNI. Terlebih pengaturan tersebut tidak diikuti mekanisme akuntabilitas militer yang jelas untuk tunduk pada sistem peradilan umum.