TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Pengawas KPK berencana memintai keterangan saksi-saksi atas dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Ketua KPK Firli Bahuri saat menggunakan helikopter di Sumatera Selatan, pada Sabtu dua pekan lalu, 20 Juni 2020.
Anggota Dewan Pengawas KPK Sjamsuddin Haris mengatakan pemeriksaan tentang dugaan pelanggaran kode etik itu tidak cukup didasarkan keterangan satu orang saja. "Dewan Pengawas KPK masih terus kumpulkan bukti dan meminta keterangan saksi-saksi dan pihak-pihak yang mengetahui, mendengar, melihat, dan/atau memiliki info itu," kata dia di Jakarta, Senin, 29 Juni 2020.
Pelanggaran kode etik yang diduga dilakukan Firli diadukan oleh Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) ke Dewan Pengawas KPK pada Rabu, 24 Juni 2020.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengaku sudah mendapat penjelasan langsung dari Firli soal penggunaan helikopter yang saat ini menjadi polemik. Dewan Pengawas KPK pun sudah memintai keterangan Firli pada Kamis, 25 Juni 2020.
Alex mengatakan Firli menggunakan pesawat dari Palembang ke Baturaja untuk efisiensi waktu. Saat itu, Firli cuti ke kampungnya, Baturaja, Sumatera Selatan. Perwira kepolisian itu naik helikopter dan membayar karena jika pulang pergi lebih dari sehari, padahal cutinya sehari. “Makanya menyewa helikopter itu. Bayar kok, dia bilang. Itu yang disampaikan."
Aduan MAKI soal Firli naik heli ini yang kedua. Pada aduan pertama diduga Firli melanggar protokol COVID-19 karena tidak mengenakan masker dan tidak menjaga jarak ketika bertemu puluhan anak-anak di Baturaja.
Adapun inti surat yang dikirim ke Dewan Pengawas KPK tersebut bahwa pada Sabtu, 20 Juni 2020, Firli melakukan perjalanan dari Palembang ke Baturaja untuk ziarah ke makam orang tuanya. Perjalanan menggunakan sarana helikopter milik perusahaan swasta dengan kode PK-JTO. Hal itu, kata Boyamin, bertentangan dengan kode etik pimpinan KPK yang dilarang bergaya hidup mewah.
Peraturan Dewan Pengawas KPK Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2020 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi pada bagian integritas poin 27 menyebutkan seluruh insan KPK tidak menunjukkan gaya hidup hedonisme sebagai bentuk empati kepada masyarakat terutama kepada sesama insan komisi.