TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut tak pernah terlibat dalam pembahasan program Kartu Prakerja. Namun, lantaran banyak kritikan yang muncul dari masyarakat, lembaga ini akhirnya turun tangan.
Program ini sedianya diperuntukkan kondisi normal sesuai Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2020. Kendati demikian, Pelaksana tugas juru bicara pencegahan KPK, Ipi Maryati, mengatakan, di masa pandemi, Kartu Prakerja kemudian diubah menjadi semi bantuan sosial dengan anggaran Rp 20 triliun untuk target 5,6 juta peserta.
"KPK tidak terlibat sejak awal program ini disusun hingga kemudian bergulir. Kami juga tidak terlibat dalam pembuatan aturan, desain dan mekanismenya. Namun, kami mendengar suara masyarakat terkait pendaftaran yang tidak memenuhi syarat," kata Ipi melalui keterangan tertulis pada Selasa, 23 Juni 2020.
Ipi menyebut jika pada 6 Mei 2020, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menyambangi KPK untuk memaparkan secara rinci tentang Program Kartu Prakerja.
Lalu pada 28 Mei 2020, KPK memaparkan dan menyampaikan rekomendasi atas kajian program Kartu Prakerja dalam rapat bersama Kementerian Koordinator Bidang Perekenomian serta sejumlah pemangku kepentingan lainnya.
Kendati demikian, setelah berjalan hampir empat bulan, program Kartu Prakerja ini menuai banyak kritik lantaran dinilai bermasalah. KPK, dalam hal ini, turut menemukan sejumlah masalah.
Salah satu temuan KPK adalah adanya dugaan konflik kepentingan karena ada platform digital yang menjual pelatihan mereka sendiri. Sehingga, ada 250 pelatihan yang direkomendasikan untuk dicabut oleh KPK, karena terafiliasi dengan digital platform penyedia.
KPK pun telah memberikan kritik serta rekomendasi kepada kementerian terkait. "Di mana saat ini Menko Perekonomian sedang melakukan perbaikan sesuai rekomendasi KPK yang meliputi regulasi maupun tata laksana program Kartu Prakerja," ucap Ipi.