TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan sejumlah permasalahan dalam empat aspek dalam program Kartu Prakerja. Salah satunya potensi pelatihan fiktif.
"KPK menemukan metode pelaksanaan program pelatihan secara daring berpotensi fiktif, tidak efektif, dan merugikan keuangan negara karena metode pelatihan hanya satu arah dan tidak memiliki mekanisme kontrol atas penyelesaian pelatihan yang sesungguhnya
oleh peserta," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, Kamis, 18 Juni 2020.
Ia menuturkan ada dua faktor yang menjadi alasan mengapa KPK menemukan program pelatihan berpotensi fiktif.
Pertama, lembaga Pelatihan sudah menerbitkan sertifikat meskipun peserta belum menyelesaikan keseluruhan paket pelatihan yang telah dipilih.
"Kedua, peserta sudah mendapatkan insentif meskipun belum menyelesaikan seluruh pelatihan yang sudah dibeli, sehingga negara tetap membayar pelatihan yang tidak diikuti oleh peserta," ujar Alex.
Alex pun menyebut 5 dari 8 plaftorm digital yang tergabung memiliki konflik kepentingan. "Sebanyak 250 pelatihan dari 1.895 pelatihan yang tersedia memiliki konflik kepentingan dengan platform digital," ucap dia.
Alex mengatakan, kurasi materi pelatihan online tidak dilakukan dengan kompetensi yang memadai. Pelatihan yang memenuhi syarat baik materi maupun penyampaian secara daring hanya 13 persen dari 1.895 pelatihan.