TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Kesehatan DPR RI dari Fraksi PAN, Saleh Partaonan Daulay, menyesalkan langkah Pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 soal kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
"Pemerintah terkesan tidak mematuhi putusan Mahkamah Agung yang membatalkan Perpres 75/2019 yang menaikkan iuran BPJS Kesehatan," kata Saleh dalam keterangannya di Jakarta, Rabu, 13 Mei 2020.
Padahal, kata dia, banyak masyarakat yang berharap agar putusan MA itu dapat dilaksanakan dan iuran tidak jadi dinaikkan.
Dia mengatakan, sejak awal dirinya menduga Pemerintah akan "berselancar", sehingga putusan MA akan dilawan dengan menerbitkan aturan baru. "Mengeluarkan perpres baru tentu jauh lebih mudah dibandingkan melaksanakan putusan MA," ujarnya.
Menurut dia, Pemerintah terkesan sengaja menaikkan iuran BPJS per 1 Juli 2020, dengan begitu ada masa melaksanakan putusan MA mengembalikan besaran iuran kepada jumlah sebelumnya yaitu Kelas I sebesar Rp 80.000, Kelas II sebesar Rp 51.000, dan Kelas III sebesar Rp 25.500.
"Artinya Pemerintah mematuhi putusan MA itu hanya 3 bulan, yaitu April, Mei, dan Juni. Setelah itu, iuran dinaikkan lagi dan uniknya lagi, iuran untuk kelas III baru akan dinaikkan tahun 2021," ujarnya pula.
Politisi PAN itu menilai saat ini bukan waktu yang tepat menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Sebab, kata dia, masyarakat sedang kesulitan dan dipastikan banyak yang tidak sanggup untuk membayar iuran tersebut.
Dia memahami bahwa negara tidak memiliki anggaran yang banyak. Namun, pelayanan kesehatan semestinya dijadikan sebagai program primadona karena seluruh lapisan masyarakat membutuhkan.
Saleh khawatir perpres baru tersebut akan kembali digugat masyarakat, karena memiliki peluang untuk menggugat kenaikan iuran BPJS ke Mahkamah Agung. "Berkaca pada gugatan sebelumnya, potensi mereka menang sangat tinggi. Semestinya, hal ini juga sudah dipikirkan pemerintah," katanya.