TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Ombudsman Republik Indonesia (ORI), Ahmad Alamsyah Saragih, menyayangkan adanya kekusutan data milik pemerintah daerah dan pemerintah pusat tentang penerima bantuan sosial atau bansos. Efek dari data yang tumpang tindih itu diketahui berujung pada tidak meratanya bantuan sosial di tengah pandemi wabah Covid-19.
"Data tidak akan kusut jika sejak awal pemerintah sudah sepakat siapa yang menanggung warga DKI dan pendatang," ujar Alamsyah melalui konferensi pers daring pada Rabu, 12 Mei 2020.
Alamsyah pun menyarankan agar bantuan disederhanakan dengan hanya satu bentuk. Saat ini, bantuan sosial tersedia dalam bentuk sembako, bantuan langsung tunai (BLT), hingga kartu prakerja. "Sementara negara lain memberikan transfer yang lebih sederhana," ucap Alamsyah.
Hingga 12 Mei, kisruh penyaluran bansos mendominasi laporan di ORI. Dari 387 laporan terkait penanganan Covid-19 yang masuk, 72 persennya adalah bansos.
"Itu menyangkut saluran bantuan yang tidak merata, prosedur yang tidak jelas, hingga masyarakat yang berhak menerima tapi di lapangan justru tidak terdaftar dan tidak menerima," ujar Ketua Ombudsman Amzulian Rifai.
Kemudian, substansi pelaporan yang dikeluhkan adalah tentang keuangan, transportasi, serta pelayanan kesehatan dan keamanan. Berdasarkan wilayah, Jakarta Raya (DKI, Bogor, Depok, dan Bekasi), memiliki jumlah pelapor paling banyak yakni 47 laporan. Disusul oleh Sumatera Barat, Banten, dan Sulawesi Selatan.