TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Pusat Studi dan Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Feri Amsari mengatakan Mahkamah Agung seharusnya memperberat vonis terhadap Romahurmuziy. Ia menilai MA semestinya mengoreksi putusan banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang mengurangi masa hukuman Rommy menjadi satu tahun, dari vonis pengadilan tingkat pertama sebelumnya dua tahun penjara.
"Seharusnya dikoreksi putusannya oleh MA dengan menjadikannya dua tahun atau lebih," kata Feri ketika dihubungi, Kamis, 30 April 2020. Mahkamah Agung malah membebaskan Romahurmuziy dengan alasan sudah melakoni masa tahanan sesuai putusan banding Pengadilan Tinggi DKI.
Juru bicara MA Andi Samsan Nganro mengatakan, menurut Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dan Buku II MA, terdakwa dapat dibebaskan demi hukum.
Menurut Feri, ada banyak cara dalam hukum untuk memperberat atau meringankan sanksi. Namun pertanyaannya ialah apakah pertimbangan tersebut proporsional. Ia membandingkan dengan kasus pencurian kecil yang vonisnya bisa lebih dari dua tahun.
"Koruptor kok cuma (dihukum) satu tahunan. Dari perbandingan itu saja pertimbangan MA sudah tidak berimbang," ujar dia.
Mahkamah, lanjut Feri, seharusnya mempertimbangkan bahwa kasus Romy melibatkan penentuan kebijakan politik. Bekas Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan itu sebelumnya divonis bersalah menerima suap dalam seleksi Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Timur dan Kakanwil Kemenag Gresik.
Hakim menilai Romy mengintervensi proses itu, baik secara langsung maupun tidak langsung. Namun vonis terhadap Romy lebih rendah dari tuntutan jaksa, yakni 2 tahun dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan.
Adapun tuntutan jaksa 4 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 5 bulan kurungan serta pencabutan hak politik. Putusan banding memperingan masa hukuman Romahurmuziy dari 2 tahun menjadi 1 tahun.