TEMPO.CO, Jakarta - CEO Amartha, Andi Taufan Garuda Putra, didesak segera mengikuti langkah CEO Ruangguru Adamas Belva Syah Devara untuk mundur dari jabatannya sebagai Staf Khusus Presiden Joko Widodo (Stafsus Jokowi).
Direktur LBH Masyarakat, Ricky Gunawan mengatakan, tetap menjabat sebagai stafsus tanpa melepas jabatan pribadi sudah jelas berpotensi besar terjadinya konflik kepentingan.
“Andi Taufan harusnya segera mengikuti jejak Belva. Mundur saja dari posisi stafsus karena tindakan dia kemarin itu bisa dikatakan pelanggaran etika yang cukup serius,” ujar Ricky saat dihubungi Tempo pada Rabu, 22 April 2020.
Desakan agar Andi mundur ini bermula dari surat berkop Sekretariat Kabinet tertanggal 1 April 2020, yang dilayangkannya kepada para camat untuk mendukung kerjasama program antara pemerintah dan PT Amartha Mikro Fintek terkait Relawan Desa Lawan Covid-19 pada 1 April lalu.
Program itu merupakan inisiatif yang dilakukan oleh Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Andi dianggap memanfaatkan jabatannya melancarkan program kerjasama perusahaannya dengan pemerintah.
Belakangan, Andi sudah meminta maaf dan menarik kembali suratnya itu. Namun, langkah iu dinilai tidak cukup dan ia didesak segera mundur. “Hal ini berlaku bagi stafsus lainnya kalau masih ada yang memegang posisi/jabatan di perusahaan tertentu, lebih baik sekarang mundur supaya kejadian seperti ini tidak berulang,” ujar Ricky.
Pengamat komunikasi politik Ari Junaedi juga menilai, seharusnya langkah mundur Belva Devara diikuti oleh semua staf khusus milenial. Sebab, ia menilai peran para staf khusus milenial ini tak terlalu dirasakan oleh publik. Stafsus milenial yang kerap memunculkan polemik justru malah menjadi beban Presiden.
“Demi menjaga marwah istana dan public distrust, sebaiknya seluruh staf khusus milenial mengundurkan diri saja atau Presiden Jokowi membubarkan saja staf khusus milenial yang "odong-odong" ini,” ujar Ari.