TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu meminta Presiden Joko Widodo segera menindaklanjuti putusan pemberhentian Komisioner Komisi Pemilihan Umum Evi Novida Ginting Manik. Anggota DKPP, Teguh Prasetyo mengatakan lembaganya mengirimkan surat permohonan tersebut ke Istana pada hari ini.
"Plt ketua DKPP mengirim surat kepada Presiden, hari ini dikirim ke Istana untuk menindaklanjuti putusan tersebut," kata Teguh ketika dihubungi, Kamis, 19 Maret 2020.
Teguh menjelaskan bahwa seorang komisioner KPU diangkat melalui keputusan presiden, maka pemberhentiannya harus dilakukan dengan keppres.
Adapun dalam putusannya, DKPP meminta Presiden melaksanakan putusan pemberhentian Evi paling lambat tujuh hari sejak putusan itu dibacakan. "Di dalam diktum putusan itu ada memohon Bapak Presiden untuk menindaklanjuti putusan ini paling lambat tujuh hari sejak dibacakan putusan," ujar Teguh.
DKPP memutuskan mencopot Evi dari jabatan komisioner KPU karena dinilai terbukti melanggar etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu. Kasus ini bermula dari perubahan perolehan suara Hendri Makaluasc dan Cok Hendri Ramapon.
Mereka adalah calon legislator Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kalimantan Barat dari Partai Gerindra. Hendri caleg nomor urut 1 dan Cok Hendri nomor urut 7. Sengketa pemilu menyangkut perolehan suara dua caleg ini berujung di Mahkamah Konstitusi.
Menindaklanjuti putusan MK, KPU melakukan koreksi perolehan suara, tetapi tak mengubah penetapan calon terpilih. Padahal dari koreksi itu, perolehan suara Hendri lebih tinggi dari Cok sehingga dia yang harusnya ditetapkan menjadi anggota DPRD Kalimantan Barat.
DKPP menilai Evi seharusnya memiliki tanggung jawab etik lebih besar atas ketidakpatuhan hukum dan ketidakadilan penetapan hasil pemilu, mengingat jabatannya sebagai Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan dan Logistik Pemilu.
Evi juga menjabat sebagai Wakil Koordinator Wilayah untuk Provinsi Kalimantan Barat. "Dengan demikian Teradu VII bertanggung jawab untuk mengoordinasikan, menyelenggarakan, mengendalikan, memantau, supervisi, dan evaluasi terkait Penetapan dan Pendokumentasian Hasil Pemilu," demikian tertulis dalam dokumen putusan.
Selain itu, berdasarkan putusan DKPP Juli 2019, Evi dinyatakan melanggar kode etik dan dijatuhi sanksi peringatan keras serta diberhentikan dari jabatan Ketua Divisi SDM, Organisasi, Diklat, dan Litbang KPU. "Rangkaian sanksi etik berat dari sejumlah perkara seharusnya menjadi pelajaran bagi Teradu VII untuk bekerja lebih profesional dalam menjalankan tugas, fungsi, dan wewenang sebagai penyelenggara pemilu," bunyi putusan DKPP.
Evi Novida Ginting berjanji akan menjawab setelah mempelajari putusan. "Saya akan jawab semuanya insya Allah," kata Evi kepada wartawan, Kamis, 19 Maret 2020. KPU dijadwalkan menyampaikan keterangan pers pada pukul 16.00 WIB nanti.