TEMPO.CO, Jakarta - Mantan narapidana terorisme Haris Amir Falah mengaku dihubungi keluarga WNI eks ISIS di Suriah untuk membantu memfasilitasi pemulangan ke tanah air.
"Dua minggu lalu saya di WhatsApp. Minta memfasilitasi keluarganya dipulangkan, karena mereka korban. Mereka tidak terlibat dan tidak meyakini kebenaran ISIS. Ini jadi problem tersendiri," kata Haris dalam diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu, 7 Maret 2020.
Berdasarkan informasi yang didapatkannya, keluarga yang ingin dipulangkan itu berjumlah 10-12 orang. Meski keluarga meyakini bahwa WNI eks ISIS itu tak terpapar paham radikal, Haris mengaku dia tak percaya. Sebab, menurut dia, setiap orang yang bergabung ke ISIS mesti dibaiat.
"Mereka kalau berangkat itu harus dibaiat untuk setia kepada ISIS, dan harus melepaskan kesetiaan kepada NKRI. Itu sudah menjadi doktrin yang pernah saya alami," kata Haris.
Haris bercerita, berdasarkan pengalamannya, doktrin anti NKRI dan menolak NKRI itu sudah menjadi paket wajib seseorang untuk menjadi radikalis. Ia mengaku, beberapa tahun lalu doktrin itu begitu ekstrem.
"NKRI adalah negara kafir dan semua warganya kafir. Belakangan agak halus, tapi masih menolak NKRI. Negara NKRI kafir tapi tidak mengkafirkan semua penduduknya. Konsekuensinya harus hijrah dan lepas dari NKRI. Dianggap tidak berhukum dengan hukum Allah dan itu menjadi kafir," kata Haris.
Meski begitu, Haris yakin setiap orang bisa berubah dari paham radikalisme, meski sulit untuk mendeteksinya. Jika pemerintah mau bersiap menerima mereka, maka jelas WNI eks ISIS itu harus dihukum dan dipenjara.
"Dipenjara banyak deradikalisasi yang efektif. Saya juga banyak mengikuti teman-teman yang menurut saya dulu sangat keras betul-betul keras. Belakangan mereka membuat suatu pernyataan, kembali ke pangkuan NKRI. Itu artinya kan orang bisa bertobat. Ada kemungkinan kan orang bisa bertobat atau hijrah dari radikalisme dan belajar menjadi moderat," kata Haris.