TEMPO.CO, Jakarta - Protes UU Kewarganegaraan yang menelan korban jiwa di India membuat Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sohibul Iman mengimbau pemerintah berkomunikasi dengan pemerintah India. "Bagaimana pihak India bisa mengatasi dan menyelesaikan masalah ini dengan sebaik-sebaiknya," ujar Sohibul dalam siaran tertulisnya, Jumat, 28 Februari 2020.
Sohibul merasa prihatin atas konflik antarkelompok beragama itu. Ia menilai, kejadian itu tidak semestinya terjadi di masa kini. Apalagi sampai menelan korban jiwa.
Pemerintah India khususnya Kedutaan Besar India di Jakarta, kata dia, seharusnya mau belajar dari Indonesia mengenai menghormati umat beragama lain. "PKS berharap umat Islam di sana dihormati secara layak."
Ribuan demonstran dari kubu penolak dan pendukung UU Kewarganegaraan bentrok setelah pemerintahan di bawah PM Narendra Modi mengesahkan aturan itu. UU Kewarganegaraan (The Citizenship Amandment Act) memudahkan mereka yang bukan pemeluk Islam dari negara tetangga bermayoritas Muslim mendapatkan status kewarganegaraan dari Pemerintah India.
Penolak menyatakan UU Kewarganegaraan bias terhadap Muslim. Aturan itu juga diyakini mengancam konstitusi India yang sekuler. Namun, para pendukung, di antaranya Partai Bharatiya Janata (BJP) mengatakan UU Kewarganegaraan tidak memuat standar ganda terhadap lebih dari 180 juta Muslim di India. Akibat insiden itu, sebanyak 20 orang menjadi korban jiwa dan melukai setidaknya 200 orang.
FRISKI RIANA | ANTARA