TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa Hukum mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi, Maqdir Ismail menilai status buron yang ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap kliennya berlebihan. "Penetapan Pak Nurhadi dalam daftar DPO (Daftar Pencarian Orang) itu tindakan yang berlebihan," kata Maqdir saat dihubungi, Jumat, 14 Februari 2020.
Maqdir mengatakan KPK tak perlu terburu-buru menetapkan status buron. Ia meminta lembaga anti rasuah itu memastikan kembali surat panggilan terhadap Nurhadi. "Coba tolong pastikan dulu apakah surat panggilan telah diterima secara patut atau belum oleh para tersangka."
Maqdir mengatakan seharusnya KPK menunda pemanggilan. Alasannya, saat ini Nurhadi melalui tim penasihat hukumnya sedang mengajukan kembali permohonan praperadilan.
KPK telah menetapkan Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono sebagai buron. Status buron juga disematkan kepada Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal, Hiendra Soenjoto.
Nurhadi dan Rezky ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pengaturan perkara di Mahkamah Agung pada 2016. KPK menduga dia dan menantunya menerima suap dan gratifikasi sebanyak Rp 46 miliar dari Hiendra.
Kasus ini hasil pengembangan operasi tangkap tangan pada 20 April 2016 dengan nilai awal Rp 50 juta yang diserahkan oleh pengusaha Doddy Ariyanto Supeno kepada mantan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution.
Penetapan buron dilakukan setelah Nurhadi mangkir dari panggilan pemeriksaan sebanyak dua kali. "KPK telah menerbitkan daftar pencarian orang kepada para tiga tersangka ini," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK, Ali Fikri di kantornya, Jakarta, 13 Februari 2020.
Ali mengatakan KPK telah mengirimkan surat penangkapan dan pencarian untuk ketiga tersangka ini ke kepolisian. KPK meminta bantuan ke polisi untuk menangkap ketiga tersangka.
FIKRI ARIGI | ROSENNO AJI NUGROHO