TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Agama Fachrul Razi membantah RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja bakal menghapus kewajiban sertifikasi halal.
Ia mengatakan RUU ini hanya mengatur agar proses sertifikasi halal lebih cepat. "Tetap ada. Tapi nanti kami lihat bagaimana mempercepat proses dan bagaimana supaya ada kepastian," kata Fachrul Razi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, 22 Januari 2020.
Fachrul menuturkan Presiden Joko Widodo atau Jokowi ingin proses pemberian sertifikat halal berlangsung cepat. "Enggak mau lagi hal-hal yang menjadi berlambat-lambat," ucap dia.
Sementara itu, Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Mastuki mengatakan RUU Omnibus Law ini memang berdampak pada sejumlah aturan di dalam UU Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Namun ia membantah jika tidak omnibus law itu menghapus kewajiban sertifikasi halal.
Mastuki menjelaskan banyak pasal dalam UU 33 tahun 2014 yang dibahas dan akan mengalami penyesuaian. Pasal tersebut adalah: pasal 1, 7, 10, 13, 14, 22, 27-33, 42, 44, 48, 55, 56, dan 58.
“Pasal 4 tentang kewajiban sertifikasi halal bagi produk, tidak jadi pembahasan,” katanya dalam keterangan resmi dikutip dari situs Kemenag.
Mastuki menjelaskan pihaknya ikut terlibat dalam pembahasan RUU Cipta Lapangan Kerja. Pembahasan yang dilakukan bersama Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, dan sejumlah lembaga terkait ini sudah berlangsung hingga pertengahan Januari 2020.
Menurut dia, dalam konteks jaminan produk halal RUU Omnibus Law ini menekankan pada empat hal. salah satunya soal, penyederhanaan proses sertifikasi halal. “RUU Omnibus Law ini semangatnya pada percepatan waktu proses sertifikasi halal, baik di BPJPH, MUI, maupun Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). Jadi harus ada kepastian waktu,” ucap dia.